A. ANATOMI DAN PERSARAFAN PERINEUM
Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul, terletak
antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia urogenitalis serta
diafragma pelvis. Diafragma urogenitalis terletak menyilang arkus pubis diatas
fascia superfisialis perinei dan terdiri dari otot-otot transversus perinealis
profunda. Diafragma pelvis dibenuk oleh otot- otot koksigis dan levator ani
yang terdiri dari otot penting, yaitu : m.puborektalis, m.pubokoksigis dan
m.iliokoksigis. Susunan otot tersebut merupakan penyangga dari struktur pelvis,
diantaranya lewat urethra, vagina dan rektum.(1)
Perineum berbatas
sebagai berikut :
1. Ligamentum
arkuata dibagian depan tengah
2. Arkus
iskiopubik dan tuber iskii dibagian lateral depan
3. Ligamentum
sakrotuberosum dibagian lateral belakang
4. Tulang
koksigis dibagian belakang tengah
Daerah perineum
terdiri dari 2 bagian, yaitu :1
1. Regio
anal disebelah belakang. Disini terdapat m.sfingter ani eksterna yang melingkari
anus.
2. Regio
urogenitalis. Disini terdapat m.bulbokavernosus, m.transversus perinealis
superfisialis dan m.iskiokavernosus.
Perineal body merupakan struktur perineum yang terdiri
dari tendon dan sebagai tempat bertemunya serabut-serabut otot tersebut diatas.
Persarafan perineum berasal dari segmen sakral 2,3,4 dari sumsum tulang
belakang (spinal cord) yang bergabung membentuk nervus pudendus.
Syarat ini meninggalkan pelvis melalui foramen sciatic mayor dan melalui
lateral ligamentum sakrospinosum, kembali memasuki pelvis melalui foramen
sciatic minor dan kemudian lewat sepanjang dinding sampai fossa iliorektal
dalam suatu ruang fasial yang disebut kanalis Alcock. Begitu memasuki
kanalis Alcock, n.pudendus terbagi menjadi 3bagian/cabang utama, yaitu
n.hemorrhoidalis inferior di regio anal, n.perinealis yang juga membagi
diri menjadi n.labialis posterior dan n.perinealis profunda ke bagian anterior
dari dasar pelvis dan diafragma urogenital; dan cabang ketiga adalah
n.dorsalis klitoris.(1)
Perdarahan ke perineum sama dengan perjalanan saraf yaitu berasal dari
arteri pudenda interna yang juga melalui kanalis Alcock dan terbagi
menjadi a.hemorrhoidalis inferior, a.perinealis dan a.dorsalis
klitoris.(1)
B. RUPTUR PERINEUM
1. DEFINISI
Ruptur adalah robekan atau koyaknya jaringan secara paksa (Dorland, 1994).
Perineum adalah bagian yang terletak antara vulva dan anus panjangnya rata-rata
4 cm (Wiknjosastro, 1999).
Klasifikasi ruptur perineum ada 2, yaitu :
1. Ruptur
perineum spontan Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab
tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi
pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur.(2)
Robekan perineum
ada 2, yaitu :2
a) Anterior : labia, vagina anterior, uretra
atau klitoris
b) Posterior : dinding posterior
vagina, otot perineum, spincter ani, mukosa rektum.
2. Ruptur
perineum yang disengaja (Episiotomi) Yaitu luka perineum yang terjadi karena
dilakukan pengguntingan atau perobekan pada perineum.(2)
Episiotomi ialah
suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput
lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal,
otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum.3
·
RUPTUR PERINEUM SPONTAN
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau
dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin
dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau
kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak
janin, dan melemahkan otot_otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan
terlalu lama.(4)
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil
daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke
belakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan
ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau
anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal.(4)
Faktor-faktor yang menyebabkan ruptur perineum (Harry Oxorn) :5
Faktor maternal, mencakup :
1. Partus
presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong (sebab paling sering)
2. Pasien
tidak mampu berhenti mengejan.
3. Partus
diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan.
4. Edema dan kerapuhan pada perineum.
5. Varikositas
Vulva yang melemahkan jaringan-jaringan perineum.
6. Arcus
pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pulasehingga menekan kepala
bayi ke arah posterior.
7. Perluasan
episitomi.
Faktor janin
mencakup :
1. Bayi yang besar
2. Posisi kepala yang abnormal, ex :
presentasi muka
3. Kelahiran bokong
4. Ekstraksi forceps yang sukar
5. Dystocia bahu
6. Anomali kongenital, seperti
hidrocephalus
Tingkat robekan
perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan (2) :
1. Tingkat I : robekan hanya terjadi
pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum sedikit.
2. Tingkat
II : Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selain mengenai selaput
lendir vagina juga mengenai muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai
sfingter ani
3. Tingkat III : Robekan yang terjadi
mengenai seluruh perineum sampai mengenai otot-otot sfingter ani.
4. Tingkat IV : Robekan mengenai
perineum sampai otot sfingter ani dan mukosa rectum
·
RUPTUR PERINEUM DISENGAJA ( EPISIOTOMI)
Penyembuhan luka perineum akan lebih sempurna bila pinggirnya lurus dan
otot- otot mudah dijahit. Pada persalinan spontan sering terjadi robekan
perineum yang merupakan luka dengan pinggir yang tidak teratur. Hal ini akan
menghambat penyembuhan penyembuhan per primam sesudah luka dijahit. Oleh karena
itu, dan juga untuk melancarkan jalannya persalinan, dapat dilakukan insisi
pada perineum pada saat kepala janin tampak dari luar dan mulai meregangkan
perineum.4
Dengan cara episiotomi, maka robekan perineum, regangan otot-otot dan fasia
pada dasar panggul, prolapsus uteri, stress incontinence, serta perdarahan
dalam tengkorak janin dapat dihindarkan. Luka episiotomi lebih mudah dijahit
daripada robekan.4
a. Jenis
Episiotomi:
Sayatan episiotomi umumnya menggunakan gunting khusus, tetapi dapat juga
sayatan dilakukan dengan pisau. Berdasarkan lokasi sayatan maka dikenal 4 jenis
episiotomi yaitu:
1) Episiotomi medialis
Sayatan dimulai pada garis tengah komissura posterior lurus ke bawah tetapi
tidak sampai mengenai serabut sfingter ani. Keuntungan dari episiotomi medialis
ini adalah : perdarahan yang timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh
karena merupakan daerah yang relatif sedikit mengandung pembuluh darah. sayatan
bersifat simetris dan anatomis sehingga penjahitan kembali lebih mudah dan
penyembuhan lebih memuaskan. Kerugiannya adalah dapat terjadi ruptur perinei
tingkat III inkomplet (laserasi m.sfingter ani) atau komplet (laserasi dinding
rektum).
2) Episiotomi mediolateralis
Sayatan disini dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah
belakang dan samping. Arah sayatan dapat dilakukan ke arah kanan ataupun
kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang sayatan kira2
4 cm.
Sayatan disini sengaja dilakukan menjauhi otot sfingter ani untuk mencegah
ruptura perinei tingkat III. Perdarahan luka lebih banyak oleh karena
melibatkan daerah yang banyak pembuluh darahnya. Otot-otot perineum terpotong
sehingga penjahitan luka lebih sukar. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa
sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya harus simetris.
3) Episiotomi lateralis
Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai dari
kira-kira jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam. Jenis episiotomi ini sekarang
tidak dilakukan lagi, oleh karena banyak menimbulkan komplikasi. Luka sayatan
dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah pudendal interna, sehingga
dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat
menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita.
4) Insisi Schuchardt
Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi mediolateralis, tetapi
sayatannya melengkung ke arah bawah lateral, melingkari rektum, serta
sayatannya lebih lebar.
Indikasi episiotomy
Indikasi episiotomi dapat berasal dari faktor ibu maupun faktor janin.
Indikasi ibu antara lain adalah:
1) Primigravida
umumnya
2) Perineum
kaku dan riwayat robekan perineum pada persalinan yang lalu
3) Apabila
terjadi peregangan perineum yang berlebihan misalnya pada persalinan sungsang,
persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar
4) Arkus pubis yang sempit
Indikasi janin antara lain adalah:
1) Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya untuk
mencegah terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin.
2) Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, letak
defleksi, janin besar.
3) Pada keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat
kala II seperti pada gawat janin, tali pusat menumbung.
Kontra indikasi.
Kontra indikasi episiotomi antara lain adalah :
Kontra indikasi episiotomi antara lain adalah :
a. Bila
persalinan tidak berlangsung pervaginam
b. Bila
terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak seperti penyakit
kelainan darah maupun terdapadatnya varises yang luas pada vulva dan vagina.
2. TEKNIK PENJAHITAN
a. Teknik
Episiotomi Medialis
Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai
batas atas otot-otot sfingter ani.
Cara anestesi yang dipakai adalah cara anestesi iniltrasi antara lain
dengan larutan procaine 1%-2%; atau larutan lidonest 1%-2%; atau larutan
xylocaine 1%-2%. Setelah pemberian anestesi, dilakukan insisi dengan
mempergunakan gunting yang tajam dimulai dari bagian terbawah introitus vagina
menuju anus, tetapi tidak sampai memotong pinggir atas sfingter ani, hingga
kepala dapat dilahirkan. Bila kurang lebar disambung ke lateral
(episiotomi mediolateralis).
Untuk menjahit luka episiotomi medialis mula-mula otot perineum kiri
dan kanan dirapatkan beberapa jahitan. Kemudian fasia dijahit dengan
beberapa jahitan. Lalu selaput lendir vagina dijahit pula dengan beberapa
jahitan. Terakhir kulit perineum dijahit dengan empat atau lima jahitan.
Jahitan dapat dilakukan secara terputus-putus (interrupted suture) atau
secara jelujur (continous suture). Benang yang dipakai untuk menjahit
otot, fasia dan selaput lendir adalah catgut khromik, sedangkan untuk
kulit perineum dipakai benang sutera.
Keterangan :
1) Otot
perineum kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan
2) Pinggir
fasia kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan
3) Selaput
lendir vagina dijahit
4) Kulit
perineum dijahit dengan benang sutera
b. Teknik
Episiotomi Mediolateralis
Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju
ke arah belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan ke arah kanan
ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang insisi
kira-kira 4 cm.
Teknik menjahit luka pada episiotomi mediolateralis hampir sama dengan
teknik menjahit episiotomi medialis. Penjahitan dilakukan sedemkian rupa
sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya harus simetris.
1) Menjahit
jaringan otot-otot dengan jahitan terputus-putus
2) Benang
jahitan pada otot-otot ditarik
3) Selaput
lendir vagina dijahit
4) Jahitan
otot-otot diikatka
5) Fasia
dijahit
6) Penutupan
fasia selesai
7) Kulit
dijahit
c. Teknik
Episiotomi Lateralis3
Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira pada
jam 3
atau jam 9 menurut
arah jarum jam.
Teknik ini sekarang tidak dilakukan lagi oleh karena banyak memimbulkan
komplikasi. Luka insisi ini dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh
darah pundendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak.
Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu
penderita.
TEKNIK MENJAHIT ROBEKAN
PERINEUM
PERALATAN MENJAHIT PERINEUM
a. Gorden
dan sarung tangan steril
b. Solusi
irigasi
c. Needle
holder
d. Metzenbaum gunting
e. Jahitan
gunting
f. Gunting
tang dengan gigi
g. Klem
Allis
h. Gelpi
atau deaver retractor ( untuk digunakan dalam memvisualisasikan derajat ketiga
i. atau
keempat robekan perineum, atau dalam robekan vagina)
j. 10
ml suntik dengan 22 gauge
k. 1%
lidokain ( xylocaine )
l. 3-0
jahitan polyglactin 910 ( vicryl ) jahitan di CT-1 jarum ( untuk jahitan mukosa
m. vagina
)
n. 3-0
jahitan pada polyglactin 910 CT-1 jarum ( untuk jahitan otot perineum )
o. 4-0
polyglactin SH 910 pada jarum jahit ( untuk jahitan kulit )
p. 2-0
polydioxanone sulfat (PDS) jahitan di CT-1 jarum ( untuk jahitan eksternal
q. sfingter
anal )
TEKNIK MENJAHIT ROBEKAN PERINEUM
1. Tingkat I :
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan hanya dengan memakai
catgut yang dijahitkan secara jelujur (continous suture) atau dengan cara angka
delapan (figure of eight).
2. Tingkat II :
Pada robekan perineum tingkat II, setelah diberi anestesi lokal otot-otot
diafragma urogenitalis dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan kemudian
luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan mengikutsertakan
jaringan-jaringan dibawahnya.
Jahitan mukosa vagina : jahit mukosa vagina secara jelujur dengan catgut
kromik 2-0. Dimulai dari sekitar 1 cm di atas puncak luka di dalam vagina
sampai pada batas vagina.
Jahitan otot perineum : lanjutkan jahitan pada daerah otot perineum sampai
ujung luka pada perineum secara jelujur dengan catgut kromik 2-0. Lihat ke
dalam luka untuk mengetahui letak ototnya. Penting sekali untuk menjahit otot
ke otot agar tidak ada rongga diantaranya.
Jahitan kulit : carilah lapisan subkutikuler persis di bawah lapisan kulit.
Lanjutkan dengan jahitan subkutikuler kembali ke arah batas vagina, akhiri
dengan simpul mati pada bagian dalam vagina.
3. Tingkat III :
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat II maupun
tingkat III, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka
pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir
robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing diklem terlebih dahulu, kemudian
digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka
robekan.
Jahitan sfingter ani : jepit otot sfingter dengan klem Allis atau pinset.
Tautkan ujung otot sfingter ani dengan 2-3 jahitan benang kromik 2-0 angka 8
secara interuptus. Larutan antiseptik pada daerah robekan. Reparasi mukosa
vagina, otot perineum dan kulit.
4. Tingkat IV :
Mula-mula dinding
depan rektum yang robek dijahit. Kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal
dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot
sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan diklem dengan Pean lurus,
kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum
tingkat II.3,4
3. PERAWATAN PASCA TINDAKAN
a. Apabila
terjadi robekan tingkat IV (robekan sampai mukosa rektum), berikan antibiotic
profilaksis dosis tunggal. Ampisilin 500 mg peroral danMetronidazol 500 mg
peroral. Observasi tanda-tanda infeksi. Jangan lakukan pemeriksaan
rektal atau enema selama 2 minggu.
b. Penggunaan
sitz mandi dan analgesik seperti ibuprofen. Jika rasa sakit yang berlebihan
pada hari-hari setelah pasca tindakan harus segera diperiksa, sebab rasa sakit
merupakan tanda-tanda infeksi didaerah perineum.
c. Penderita
diberi makanan yang tidak mengandung selulosa mulai dari hari kedua diberi
parafinum liquidum sesendok makan 2 kali sehari dan jika perlu pada hari ke 6
diberi klisma minyak.
4. KOMPLIKASI JIKA ROBEKAN PERINEUM DIBIARKAN
Jika robekan tingkat III tidak diperbaiki dengan baik, pasien dapat
menderita gangguan defekasi dan flatus. Jika robekan rektum tidak diperbaiki,
dapat terjadi infeksi dan fistula rektovaginal.
5. PENANGANAN
KOMPLIKASI
Jika terdapat hematoma, darah dikeluarkan. Jika tidak ada tanda infeksi dan
perdarahan sudah berhenti, lakukan penjahitan. Jika terdapat infeksi, buka dan
drain luka. Berikan Ampisilin 500 mg peroral tiga kali sehari selama 5 hari
danMetronidazol 400 mg peroral tiga kali sehari selama 5 hari. Jika infeksi
mencapai otot dan terdapat nekrosis, lakukan debridemen dan berikan antibiotika
secara kombinasi sampai pasien bebas demam 48 jam. Penisilin G 2 juta unit
setiap 6 jam IV. Ditambah Gentamisin 5 mg/kgBB setiap 24 jam
IV.DitambahMetronidazol 500 mg peroral setiap 8 jam IV
Sesudah pasien bebas demam selama 48 jam berikan : Ampisilin 500 mg peroral
empat kali sehari selama 5 hari. DitambahMetronidazol 400 mg peroral tiga kali
sehari selam 5 hari. Luka dapat dijahit bila telah tenang, 2-4 minggu kemudian.
Fistula rektovaginal perlu dilakukan bedah rekonstruksi 3 bulan atau lebih
pasca Persalinan
C.
PERAWATAN LUKA PERINEUM
1.
Definisi
Perawatan adalah proses
pemenuhan kebutuhan dasar manusia (biologis, psikologis, sosial dan spiritual)
dalam rentang sakit sampai dengan sehat (Aziz, 2004). Perineum adalah daerah
antara kedua belah paha yang dibatasi oleh vulva dan anus (Danis,
2000). Post Partum adalah selang waktu antara kelahiran placenta
sampai dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil (Mochtar,
2002). Perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan daerah
antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara
kelahiran placenta sampai dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu
sebelum hamil.
2.
Tujuan Perawatan Perineum
Tujuan perawatan
perineum menurut Hamilton (2002), adalah mencegah terjadinya infeksi sehubungan
dengan penyembuhan jaringan.
Sedangkan menurut Moorhouse et. al. (2001), adalah
pencegahan terjadinya infeksi pada saluran reproduksi yang terjadi dalam 28
hari setelah kelahiran anak atau aborsi.
3.
Bentuk Luka Perineum
Bentuk luka perineum setelah melahirkan ada 2 macam
yaitu :
1. Rupture
Rupture adalah luka pada perineum yang
diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala
janin atau bahu pada saat proses persalinan. Bentuk rupture biasanya
tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan.
(Hamilton, 2002).
2. Episotomi
Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum
untuk memperbesar muara vagina yang dilakukan tepat sebelum keluarnya kepala
bayi (Eisenberg, A., 1996).
Episiotomi, suatu tindakan yang disengaja pada
perineum dan vagina yang sedang dalam keadaan meregang. Tindakan ini dilakukan
jika perineum diperkirakan akan robek teregang oleh kepala janin, harus
dilakukan infiltrasi perineum dengan anestasi lokal, kecuali bila pasien sudah
diberi anestasi epiderual. Insisi episiotomi dapat dilakukan di garis tengah
atau mediolateral. Insisi garis tengah mempunyai keuntungan karena tidak banyak
pembuluh darah besar dijumpai disini dan daerah ini lebih mudah diperbaiki
(Jones Derek, 2002).
Pada gambar berikut ini dijelaskan tipe episotomi
dan rupture yang sering dijumpai dalam proses persalinan yaitu :
1. Episiotomi medial
2. Episiotomi mediolateral
Sedangkan rupture meliputi
1. Tuberositas ischii
2. Arteri pudenda interna
3. Arteri rektalis inferior
Gambar 1. Tipe-Tipe Episiotomi
4.
Lingkup Perawatan
Lingkup perawatan
perineum ditujukan untuk pencegahan infeksi organ-organ reproduksi yang disebabkan
oleh masuknya mikroorganisme yang masuk melalui vulva yang terbuka atau akibat
dari perkembangbiakan bakteri pada peralatan penampunglochea (pembalut)
(Feerer, 2001).
Sedangkan menurut Hamilton (2002), lingkup perawatan
perineum adalah
1. Mencegah kontaminasi dari rektum
2. Menangani dengan lembut pada jaringan yang
terkena trauma
3. Bersihkan semua keluaran yang menjadi sumber
bakteri dan bau.
Waktu Perawatan
Menurut Feerer (2001), waktu perawatan perineum
adalah
1. Saat mandi
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas
pembalut, setelah terbuka maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada
cairan yang tertampung pada pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan
penggantian pembalut, demikian pula pada perineum ibu, untuk itu diperlukan pembersihan
perineum.
2. Setelah buang air kecil
Pada saat buang air kecil, pada saat buang air kecil
kemungkinan besar terjadi kontaminasi air seni padarektum akibatnya dapat
memicu pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu diperlukan pembersihan
perineum.
3. Setelah buang air besar.
Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan
sisa-sisa kotoran disekitar anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri
dari anus ke perineum yang letaknya bersebelahan maka diperlukan proses
pembersihan anus dan perineum secara keseluruhan.
4.
Penatalaksanaan
1. Persiapan
a. Ibu Pos Partum
Perawatan perineum sebaiknya dilakukan di kamar
mandi dengan posisi ibu jongkok jika ibu telah mampu atau berdiri dengan posisi
kaki terbuka.
b. Alat dan bahan
Alat yang digunakan adalah botol, baskom dan gayung
atau shower air hangat dan handuk bersih. Sedangkan bahan yang digunakan adalah
air hangat, pembalut nifas baru dan antiseptik (Fereer, 2001).
2. Penatalaksanaan
Perawatan khusus perineal bagi wanita setelah
melahirkan anak mengurangi rasa ketidaknyamanan, kebersihan, mencegah infeksi,
dan meningkatkan penyembuhan dengan prosedur pelaksanaan menurut Hamilton
(2002) adalah sebagai berikut:
a. Mencuci tangannya
b. Mengisi botol plastik yang dimiliki dengan
air hangat
c. Buang pembalut yang telah penuh dengan
gerakan ke bawah mengarah ke rectum dan letakkan pembalut tersebut ke dalam
kantung plastik.
d. Berkemih dan BAB ke toilet
e. Semprotkan ke seluruh perineum dengan air
f. Keringkan perineum dengan menggunakan tissue
dari depan ke belakang.
g. Pasang pembalut dari depan ke belakang.
h. Cuci kembali tangan
3. Evaluasi
Parameter yang digunakan dalam evaluasi hasil
perawatan adalah:
a. Perineum tidak lembab
b. Posisi pembalut tepat
c. Ibu merasa nyaman
5.
Faktor yang Mempengaruhi Perawatan Perineum
1. Gizi
Faktor gizi terutama protein akan sangat
mempengaruhi terhadap proses penyembuhan luka pada perineum karena
penggantian jaringan sangat membutuhkan protein.
2. Obat-obatan
a. Steroid : Dapat menyamarkan adanya
infeksi dengan menggangu respon inflamasi normal.
b. Antikoagulan : Dapat menyebabkan
hemoragi.
c. Antibiotik spektrum luas /
spesifik : Efektif bila diberikan segera sebelum pembedahan untuk
patolagi spesifik atau kontaminasi bakteri. Jika diberikan setelah luka
ditutup, tidak efektif karena koagulasi intrvaskular.
3. Keturunan
Sifat genetik seseorang akan mempengaruhi kemampuan
dirinya dalam penyembuhan luka. Salah satu sifat genetik yang mempengaruhi
adalah kemampuan dalam sekresi insulin dapat dihambat, sehingga menyebabkan
glukosa darah meningkat. Dapat terjadi penipisan protein-kalori.
4. Sarana prasarana
Kemampuan ibu dalam menyediakan sarana dan prasarana
dalam perawatan perineum akan sangat mempengaruhi penyembuhan perineum,
misalnya kemampuan ibu dalam menyediakan antiseptik.
5. Budaya dan Keyakinan
Budaya dan keyakinan akan mempengaruhi penyembuhan
perineum, misalnya kebiasaan tarak telur, ikan dan daging ayam, akan
mempengaruhi asupan gizi ibu yang akan sangat mempengaruhi penyembuhan luka.
6.
Dampak Dari Perawatan Luka Perinium
Perawatan perineum yang
dilakukan dengan baik dapat menghindarkan hal berikut ini :
1. Infeksi
Kondisi perineum yang terkena lokia dan lembab akan
sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya
infeksi pada perineum.
2. Komplikasi
Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada
saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat berakibat pada
munculnya komplikasi infeksi kandung kemih maupun infeksi pada jalan lahir.
3. Kematian ibu post partum
Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan
terjadinya kematian pada ibu post partum mengingat kondisi fisik ibu post
partum masih lemah (Suwiyoga, 2004).
SOP PERAWATAN PERINEUM POST PARTUM
NO
|
ASPEK YANG DINILAI
|
NILAI
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
||
A. Persiapan alat
|
|||||
1.
|
Kassa/kapas steril,air sabun,
perlak, pinset, bengkok,Handscoon, betadine, kateter logam, bed pan, botol
berisi air hangat,korentang, selimut, pembalut dan celana dalam ibu yang
bersih
|
||||
B. Tahap pre-interaksi
|
|||||
2.
|
Baca catatan keperawatan dan catatan medisklien
|
||||
3.
|
Siapkanalat-alat dan privasiruangan
|
||||
4.
|
Cuci tangan
|
||||
C. TahapOrientasi
|
|||||
5.
|
Berikansalam, panggilnamaklien
|
||||
6.
|
Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan kepada klien/keluarga
|
||||
D. TahapKerja
|
|||||
7.
|
Berikan klien kesempatan bertanya sebelum kegiatan dilakukan
|
||||
8.
|
Pastikan privasi klien terjaga
|
||||
9.
|
Kemudian anjurkan klien untuk melepaskan pakaian dalamnya
|
||||
10.
|
Sebelum melakukan tindakan, palpasi perut ibu untuk mengetahui apakah
kandung kemihnya penuh atau tidak
|
||||
11.
|
Jika kandung kemih teraba penuh, lakukan kateterisasi dengan kateter
logam
|
||||
12.
|
Persilahkan ibu untuk berbaring di tempat tidur dengan satu bantal di
bagian kepala, dan lutut di tekuk (posisi litotomi)
|
||||
13.
|
Tutupi dengan alat tenun bagian tubuh klien yang tidak termasuk area yang
akan dilakukan tindakan
|
||||
14.
|
Letakkan pengalas di bawah bokong klien
|
||||
Bersihkan area perineum
|
|||||
15
|
Ambil kasa/kapas steril dengan pinset, kemudian masukkan ke dalam larutan
steril/air sabun
|
||||
16
|
Basahi kassa/kapas steril tersebut ke arah perineum dari arah depan ke
belakang
|
||||
17.
|
Lakukanhaltersebuthingga area perineum tampakbersih
|
||||
18.
|
Lakukan perawatan dengan betadine jika ada jahitan pada perineum (luka
episiotomi)
|
||||
19
|
Amati ada tidaknya tanda-tanda infeksi di sekitar area tersebut
|
||||
20.
|
Pasangpembalut dan celanabersih
|
||||
E. Tahap terminasi
|
|||||
18.
|
Evaluasi perasaan klien
|
||||
19.
|
Simpulkan hasil kegiatan
|
||||
20.
|
Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
|
||||
21.
|
Bereskan alat-alat
|
||||
22.
|
Cuci tangan
|
||||
F. Dokumentasi
|
|||||
23.
|
Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
|
||||
TOTAL NILAI
|
DAFTAR PUSTAKA
Bonica, John J.
Principles and Practice of Obstetric Analgesia and Anesthesia, FA Davis Co. Philadelphia, 2nd ed,
1995; 501-513.
Wiknjosastro H,
Saifuddin Abdul B, Rachimhadhi T. Ilmu Bedah Kebidanan. Indonesia: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo,2007.h.170-176.
Wiknjosastro H,
Saifuddin Abdul B, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Indonesia: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo,2005.h.665-666;882-884.
Cunningham FG,Mac
Donald PC, Gan NF et al. Williams Obstetrics, 20 th ed. Appleton and Lange, 1997; 342-345
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.aa
fp.org/afp/20031015/1585.html
Saifuddin Abdul B,
Wiknojosastro Gulardi H, Affandi B, Waspodo D. Buku Panduan Praktis Pelayanan
KesehatanMaternal dan
Neonatal Indonesia : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
2006.h.P-19;P-50-P51
Tidak ada komentar:
Posting Komentar