WELCOMETO MY BLOG

Minggu, 03 November 2013

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA- HARGA DIRI RENDAH

BAB I. TINJAUAN TEORITIS
A.  KONSEP DASAR HARGA DIRI RENDAH

1.    Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negative terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri ( Keliat, 1998).
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negative, dapat secara langsung atau tidak langsung di ekspresikan.
Seseorang yang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa – apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Akan ada dua pihak yang bisa disalahkannya, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif) atau menyalahkan orang lain (Rini, J.F, 2002).
Konsep diri terdiri atas komponen-komponen berikut ini :
a.    Citra tubuh (Body Image)
Citra tubuh (Body Image) adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi. Yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan persepsi dan pengalaman yang baru (Stuart & Sundeen, 1998).
b.    Ideal Diri (Self Ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu (Stuart & Sundeen, 1998). Sering juga disebut bahwa ideal diri sama dengan cita – cita, keinginan, harapan tentang diri sendiri.
c.    Identitas Diri (Self Identifity)
Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikkan individu (Stuart & Sundeen, 1998). Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja
d.   Peran Diri (Self Role)
Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang diterapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu (Stuart & Sundeen, 1998).
e.    Harga Diri (Self Esteem)
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga (Stuart & Sundeen, 1998.
2.    Etiologi
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system pendukung kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang negatif, difungsi system keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal (Townsend, M.C. 1998 : 366).
Menurut Carpenito, L.J (1998 : 82) koping individu tidak efektif adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami suatu ketidakmampuan dalam mengalami stessor internal atau lingkungan dengan adekuat karena ketidakkuatan sumber-sumber (fisik, psikologi, perilaku atau kognitif).
Sedangkan menurut Townsend, M.C (1998 : 312) koping individu tidak efektif merupakan kelainan perilaku adaptif dan kemampuan memecahkan masalah seseorang dalam memenuhi tuntutan kehidupan dan peran. Adapun Penyebab Gangguan Konsep Diri Harga Diri Rendah, yaitu :
a.    Factor Presdisposisi
Factor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orangtua, penolakan orangtua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis.
b.      Factor Presipitasi
Factor Presipitasi Terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehillangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau produktifitas yang menurun.
3.    Proses Terjadinya Harga Diri Rendah
Harga diri rendah merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan,kekalahan, dan kegagalan, tetapi merasa sebagai seorang yang penting dan berharga.
Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat.Umumnya disertai oleh evalauasi diri yang negative membenci diri sendiri dan menolak diri sendiri. Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara :
a.    Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, missal harus dioperasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, dll. Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena prifasi yang kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan, harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.
b.    Kronik
Yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/dirawat. Pasien mempunyai cara berpikir yang negative. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negative terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptive, kondisi ini dapat ditemukan pada pasien gangguan fisik yang kronis atau pada pasien gangguan jiwa.
4.    Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah
a.    Mengejek dan mengkritik diri
b.    Merasa bersalah dan khawatir, menghukum dan menolak diri sendiri
c.    Mengalami gejala fisik, missal : tekanan darah tinggi
d.   Menunda keputusan
e.    Sulit bergaul
f.     Menghindari kesenangan yang dapat meberi rasa puas
g.    Menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu, curiga, halusinasi
h.    Merusak diri : harga diri rendah menyokong pasien untuk mengakhirinya hidup
i.      Merusak/melukai orang lain
j.      Perasaan tidak mampu
k.    Pandangan hidup yang pesimistis
l.      Tidak menerima pujian
m.  Penurunan produktivitas
n.    Penolakan terhadap kemampuan diri
o.    Kurang memerhatikan perawatan diri
p.    Berpakaian tidak rapih
q.    Berkurang selera makan
r.     Tidak berani menatap lawan bicara
s.     Lebih banyak menunduk
t.     Bicara lambat dengan nada suara lemah.
5.    Pohon Masalah
Isolasi Sosial
Pohon masalah pada gangguan konsep diri harga diri rendah adalah sebagai berikut :
Resiko perilaku mencederai diri
Resiko perilaku mencederai diri
Akibat            
 

Harga Diri Rendah
           
Masalah utama           
Defisit Perawatan Diri
 


Penyebab        

6.    Penatalaksanaan
Menurut hawari (2001), terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Terapi yang dimaksudmeliputi :
a.    Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1)   Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam waktu yang cukup singkat
2)   Tidak ada efek samping kalaupun ada relative kecil
3)   Dapat menghilangkan dalam waktu yang relative singkat, baik untuk gejala positif maupun gejala negative skizofrenia
4)   Lebih cepat memulihkan fungsi kogbiti
5)   Tidak menyebabkan kantuk
6)   Memperbaiki pola tidur
7)   Tidak menyebabkan habituasi, adikasi dan dependensi
8)   Tidak menyebabkan lemas otot.
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalan 2 golongan yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua (atypical).Obat yang termasuk golongan generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL, dan Haloperidol. Obat yang termasuk generasi kedua misalnya : Risperidone, Olozapine, Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan aripiprazole.
b.    Psikoterapi
Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama. (Maramis,2005,hal.231).
c.    Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan denga terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. (Maramis, 2005).
d.   Keperawatan
Biasanya yang dilakukan yaitu Therapi modalitas/perilaku merupakan rencana pengobatan untuk skizofrrenia yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan klien.Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial.Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal.Therapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata. (Kaplan dan Sadock,1998).
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, theerapy aktivitas kelompok stimulasi sensori, therapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan therapy aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan Akemat,2005,hal.13). Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok diatas yang paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga diri rendah adalah therapyaktivitas kelompok stimulasi persepsi. Therapy aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah therapy yang mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005).



















B.     KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
DENGAN HARGA DIRI RENDAH

1.    Pengkajian Pasien Harga Diri Rendah
a.       Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat, tanggal pengkajian, nomor rekam medic
b.      Faktor predisposisi merupakan factor pendukung yang meliputi factor biologis, factor psikologis, social budaya, dan factor genetic
c.       Factor presipitasi merupakan factor pencetus yang meliputi sikap persepsi merasa tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, merasa malang, kehilangan, rendah diri, perilaku agresif, kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan penanganan gejala stress pencetus pada umunya mencakup kejadian kehidupan yang penuh dengan stress seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
d.      Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan spiritual
e.       Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas motorik, alam perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat kosentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
f.       Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun maladaptive
g.      Aspek medic yang terdiri dari diagnose medis dan terapi medis
Pada proses pengkajian, data penting yang perlu diketahui saudara dapatkan adalah:
MASALAH YANG PERLU DIKAJI
No
Masalah Keperawatan
Data Subyektif
Data Obyektif
1
Masalah utama : gangguan konsep diri : harga diri rendah
Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya. Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli. Mengungkapkan tidak bisa apa-apa.    Mengungkapkan dirinya tidak berguna.   Mengkritik diri sendiri. Perasaan tidak mampu.
Merusak diri sendiri, Merusak orang lain, Ekspresi malu,
Menarik diri dari hubungan social, Tampak mudah tersinggung,            Tidak mau makan dan tidak tidur
2
Mk : Penyebab tidak efektifnya koping individu
Mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta bantuan orang lain.          Mengungkapkan malu dan tidak bisa ketika diajak melakukan sesuatu.  Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi.
Tampak ketergantungan terhadap orang lain  Tampak sedih dan tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan                Wajah tampak murung
3
Mk : Akibat isolasi sosial menarik diri
Mengungkapkan enggan bicara dengan orang lain  Klien mengatakan malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain.
Ekspresi wajah kosong tidak ada kontak mata ketika diajak bicara  Suara pelan dan tidak jelas                         Hanya memberi jawaban singkat (ya/tidak)      Menghindar ketika didekati


2.    Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data diatas, yang didapat melalui observasi, wawancara atau pemeriksaan fisik bahkan melalui sumber sekunder, maka perawat dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien sebagai berikut:
a.       Harga Diri Rendah
b.      Isolasi Sosial
c.       Defisit Perawatan Diri
3.    Rencana Tindakan Keperawatan dan Strategi Pelaksanaan pasien
Untuk mengatasi masalah Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Tindakan keperawatan pada pasien :
a.    Tujuan :
1)      Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2)      Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
3)      Pasien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
4)      Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan
5)      Pasien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang sudah dilatih
Tindakan keperawatan :
1)   Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien.
Untuk membantu pasien dapat mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang masih dimilikinya , perawat dapat :
a.    Mendiskusikan bahwa sejumlah kemampuan dan aspek positif yang  dimiliki pasien seperti kegiatan pasien di rumah sakit, di rumah, dalam keluarga dan lingkungan adanya keluarga dan lingkungan terdekat pasien.
b.    Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali bertemu dengan pasien penilaian yang negatif.
2)   Membantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Untuk tindakan tersebut, saudara dapat :
a.    Mendiskusikan dengan pasien  kemampuan yang masih dapat digunakan saat ini
b.    Bantu pasien menyebutkannya dan memberi penguatan terhadap kemampuan diri yang diungkapkan pasien
c.    Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengar yang aktif
3)   Membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
a.    Mendiskusikan dengan pasien beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan sehari-hari.
b.    Bantu pasien menetapkan kegiatan mana yang dapat pasien lakukan secara mandiri, mana kegiatan yang memerlukan bantuan minimal dari keluarga dan kegiatan apa saja yang perlu batuan penuh dari keluarga atau lingkungan terdekat pasien. Berikan contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat dilakukan pasien. Susun bersama pasien dan buat daftar kegiatan sehari-hari pasien.
4)   Melatih kemampuan yang dipilih pasien
Untuk tindakan keperawatan tersebut saudara dapat melakukan:
a.    Mendiskusikan dengan pasien untuk melatih kemampuan yang dipilih
b.    Bersama pasien memperagakan kegiatan yang ditetapkan
c.    Berikan dukungan dan pujian pada setiap kegiatan yang dapat dilakukan pasien
5)   Membantu menyusun jadwal pelaksanaan  kemampuan yang dilatih
Untuk mencapai tujuan tindakan keperawatan tersebut, saudara dapat melakukan hal-hal berikut :
a.    Memberi kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah dilatihkan
b.    Beri pujian atas kegiatan/kegiatan yang dapat dilakukan pasien setiap hari
c.    Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap kegiatan
d.   Susun  jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telah dilatih
Berikan kesempatan mengungkapkan perasaanya setelah pelaksanaan kegiatan.





SP 1Pasien: Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien, membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan, membantu pasien memilih/menetapkan  kemampuan yang akan dilatih, melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian
Orientasi :
“Assalamualaikum, bagaimana keadaan   T hari ini ?  T terlihat segar“.
”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan yang pernah   T lakukan?Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih dapat   T dilakukna di rumah sakit. Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih”
”Dimana kita duduk ? bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama ? Bagaimana kalau 20 menit ?
Kerja :
”  T, apa saja kemampuan yang   T dimiliki? Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa   T lakukan? Bagaimana dengan merapihkan kamar? Menyapu ? Mencuci piring..............dst.”.          “ Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang   T miliki “.
  T, dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat dikerjakan di rumah sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang kedua.......sampai 5 (misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini. 
”Sekarang, coba   T pilih satu kegiatan  yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini”.” O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur?Kalau begitu, bagaimana kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur   T”. Mari kita lihat tempat tidur T. Coba lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?”
“Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal dan selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya kita balik.  ”Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus !. Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal, rapihkan, dan letakkan di sebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah letakkan sebelah bawah/kaki. Bagus !”
” T sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ”
“ Coba T lakukan dan jangan lupa memberi tanda MMM (mandiri) kalau T lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa melakukan, dan T (tidak) melakukan.
Terminasi :
“Bagaimana perasaan   T setelah kita bercakap-cakap dan latihan merapihkan tempat tidur ? Yach,   T ternyata banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya, merapihkan tempat tidur, yang sudah   T praktekkan dengan baik sekali.  Nah kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah pulang.”
”Sekarang, mari kita masukkan pada jadual harian.   T. Mau berapa kali sehari merapihkan tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu sehabis istirahat, jam 16.00”
”Besok pagi  kita latihan lagi kemampuan yang kedua. T masih ingat kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah sakit selain merapihkan tempat tidur? Ya bagus, cuci piring.. kalu begitu kita akan latihan mencuci piring besok jam 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis makan pagi  Sampai jumpa ya”

SP 2  Pasien: Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan  pasien.  
Orientasi :
“Assalammua’laikum, bagaimana perasaan   T pagi ini ? Wah, tampak cerah ”
 ”Bagaimana T, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin/ Tadi pag? Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita akan latihan kemampuan kedua. Masih ingat apa kegiatan itu T?”
”Ya benar, kita akan latihan mencuci piring di dapur ruangan ini”
”Waktunya sekitar 15 menit. Mari kita ke dapur!”
Kerja :
“ T, sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya, yaitu sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring, dan air untuk membilas.,  T bisa menggunakan air yang mengalir dari kran ini. Oh ya jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang sisa-makanan.
“Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”
“Setelah semuanya perlengkapan tersedia,  T ambil satu piring kotor, lalu buang dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah. Kemudian T bersihkan piring tersebut dengan menggunakan sabut/tapes yang sudah diberikan sabun pencuci piring.  Setelah selesai disabuni, bilas dengan air bersih sampai tidak ada busa sabun sedikitpun di piring tersebut. Setelah itu  T bisa mengeringkan piring yang sudah bersih tadi di rak yang sudah tersedia di dapur. Nah selesai…
“Sekarang coba  T yang melakukan…”
“Bagus sekali,  T dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang dilap tangannya
Terminasi :
”Bagaimana perasaan   T setelah latihan cuci piring ?”
 “Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan sehari-hari
 T. Mau berapa kali  T mencuci piring? Bagus sekali  T mencuci piring tiga kali setelah makan.”
”Besok kita akan latihan  untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan tempat tidur dan cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan latihan mengepel”
”Mau jam berapa ? Sama dengan sekarang ? Sampai jumpa ”
Latihan dapat dilanjutkan untuk  kemampuan lain sampai semua kemampuan dilatih. Setiap kemampuan yang dimiliki akan menambah harga diri pasien.
Untuk mengatasi masalah Iolasi Sosial
Tindakan keperawatan pada pasien
Tujuan umum: Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
a.    Tujuan khusus I: Pasien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria evaluasi: Setelah dilakukan dua kali interaksi, pasien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat, seperti: wajah cerah, tersenyum, mau berkenalan, ada kontak mata, bersedia menceritakan perasaannya, bersedia mengungkapkan masalahnya.

Intervensi keperawatan:
1)   Bina hubungan saling percaya
2)   Beri salam setiap berinteraksi
3)   Perkenalkan nama, nama panggilan perawat, dan tujuan perawat berkenalan
4)   Tanyakan dan panggil nama kesukaan pasien
5)   Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi
6)   Tanyakan perasaan pasien dan masalah yang dihadapinya
7)   Buat kontrak interaksi yang jelas
8)   Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan pasien.
b.    Tujuan khusus II: Pasien mampu menyebutkan penyebab isolasi social
Kriteria evaluasi: Setelah dua kali interaksi pasien dapat menyebutkan minimal satu penyebab isolasi sosial, yang berasal dari: diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Intervensi keperawatan:
1)   Tanyakan pada pasien tentang;
a)    Orang yang serumah atau teman sekamar pasien
b)   Orang yang terdekat dengan pasien di rumah atau di ruang perawatan
c)    Apa yang membuat pasien dekat dengan orang tersebut
d)   Orang yang tidak dekat dengan pasien di rumah atau di ruang perawatan
e)    Apa yang membuat pasien tidak dekat dengan orang tersebut
f)    Upaya yang sudah dilakukan agar dekat dengan orang lain.
2)   Diskusikan dengan pasien penyebab isolasi sosial atau tidak mau bergaul dengan orang lain
3)   Beri pujian terhadap kemampuan pasien mengungkapkan perasaannya.
c.    Tujuan khusus III: Pasien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan sosial, dan kerugian dari isolasi sosial.
Kriteria evaluasi: Setelah dua kali interaksi, pasien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan sosial (misalnya: banyak teman, tidak kesepian, bisa diskusi, saling menolong), dan kerugian tidak berhubungan sosial dengan orang lain (misalnya: sendiri, kesepian, tidak bisa berdiskusi, tidak memiliki teman).
Intervensi keperawatan:
1)   Tanyakan pada pasien tentang;
a)    Manfaat hubungan social
b)   Kerugian menarik diri.
2)   Diskusikan dengan pasien tentang manfaat berhubungan sosial, dan kerugian tidak berhubungan sosial (menarik diri)
3)   Beri pujian terhadap kemampuan pasien mengungkapkan perasaannya.
d.   Tujuan khusus IV: Pasien melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
Kriteria evaluasi: Setelah dua kali interaksi, pasien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap, dengan: perawat, perawat lain, pasien lain, dan kelompok.
Intervensi keperawatan:
1)   Observasi perilaku pasien saat berhubungan social
2)   Beri motivasi dan bantu pasien untuk berkenalan atau berkomunikasi dengan perawat, perawat lain, pasien lain, dan kelompok
3)   Libatkan pasien dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS)
4)   Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pasien bersosialisasi
5)   Beri motivasi pada pasien untuk melakukan kegiatan sesuai jadwal yang telah dibuat
6)   Beri pujian terhadap kemampuan pasien memperluas pergaulannya melalui aktivitas yang dilaksanakan.
e.    Tujuan khusus V: Pasien dapat menjelaskan perasaannya setelah melakukan hubungan social
Kriteria evaluasi: Setelah dua kali interaksi, pasien dapat menjelaskan perasaan setelah berhubungan sosial, dengan: orang lain dan kelompok.
Intervensi keperawatan:
1)   Diskusikan dengan pasien tentang perasaan setelah berhubungan sosial, dengan: orang lain dan kelompok
2)   Beri pujian terhadap kemampuan pasien mengungkapkan perasaannya.
f.     Tujuan khusus VI: Pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik
Kriteria evaluasi: Setelah dua kali interaksi, pasien dapat menyebutkan: manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat, nama obat, warna, dosis, cara pemakaian, waktu pemakaian, efek terapi dan efek samping obat. Pasien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar, dan pasien dapat menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter.
Intervensi keperawatan:
1)   Diskusikan dengan pasien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama obat, warna, dosis, cara pemakaian, waktu pemakaian, efek terapi dan efek samping obat
2)   Observasi pasien saat penggunaan obat
3)   Beri pujian jika pasien menggunakan obat dengan benar
4)   Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter
5)   Anjurkan pasien berkonsultasi dengan dokter atau perawat, jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
g.    Strategi pelaksanaan I pasien (SP I pasien): Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, serta mengajarkan pasien berkenalan.
h.    Strategi pelaksanaan II pasien (SP II pasien): Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang pertama misalnya seorang perawat).
i.      Strategi pelaksanaan III pasien (SP III pasien): Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang kedua misalnya seorang pasien).