BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang masalah
Persendian panggul merupakan bola
dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala,
leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari
femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi
panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke
kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke
femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior,
nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter
dan bagian bawah dari leher femur.
Prinsip
penanganan untuk patah tulang adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke
posisi semula (resposisi) dan mengembalikan posisi itu selam masa penyembuhan
patah tulang (imobilisasi). Cara imobilisasi dengan pin, sekrup, pelat atau
alat lain (osteosintesis) merupakan langkah yang ditempuh bila cara non
operatif seperti reposisi, gips, traksi dan manipulasi lainya dirasa kurang
memuaskan. Perlu diketahui, bahwa tidak semua dislokasi (posisi tulang yang
bergeser dari tempat seharusnya) memerlukan reposisi untuk mencapai keadaan
seperti sebelumnya karena tulang pun mempunyai mekanisme sendiri untuk
menyesuaikan bentuknya agar kembali seperti semula (remodeling/swapugar).
Fiksasi bisa berupa fiksasi luar, fiksasi dalam, penggantian dengan prostesis
dll. Contoh fiksasi luar adalah penggunaan pin baja yang di tusukan pada
fragmen tulang untuk kemudian disatukan dengan batangan logam di luar kulit.
Sedangkan fiksasi interna yang bisa dipakai berupa pen dalam sumsum tulang
panjang atau plat dengan sekrup di permukaan tulang. Keuntungan cara
ini adalah terjadi reposisi sempurna, tidak perlu dipasang gips
serta bisa bergerak dengan segera. Namun mempunyai resiko infeksi tulang,
Prostesis biasa digunakan untuk penderita patah tulang pada manula yang sukar
menyambung kembali.
B. Rumusan
masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah diuraikan diatas, maka penulis mencoba merumuskan suatu
masalah yaitu bagaimana melakukan asuhan keperawatan perioperatif kepada An. W
dengan kasus Fraktur Femur.
C. Ruang
lingkup
Permasalahan yang timbul pada
bedah fraktur femur sangat luas, sehingga penulis mengambil judul “Asuhan
Keperawatan Peri operatif Fraktur Femur pada An.W di instalasi bedah sentral
RSUD Kebumen”
D. Tujuan
1. Tujuan
Umum
Tujuan
umum dari penulisan asuhan keperawatan ini adalalah untuk mengetashui bagaimana
asuhan keperawatan perioperatif fraktur femur di RSUD Kebumen
2. Tujuan
Khusus
a. Untuk
mengetahui asuhan keperawatan pre operatif Fraktur Femur
b. Untuk
Mengetahui asuhan keperawatan intra operasi Fraktur Femur
c. Untuk
mengetahui asuhan keperawatan post operasi Fraktur Femur
E. Manfaat
Penulisan
a. Bagi
individu
Dapat
membandingkan teori yang di dapat di bangku kuliah dengan kenyataan yang ada di
lapangan dan mendapatkan pengalaman langsung pelaksanaan praktek di rumah
sakit.
b. Bagi
Rumah Sakit
Membantu
memberikan informasi pada rumah sakit tentang asuhan keperawatan peri operatif
fraktur femur, membantu untuk mendukung pelaksanaan meningkatkan pelayanan
operasi optimal .
c. Bagi
institusi STIKES
Sebagai
tambahan kepustakaan dalam pengembangan ilmu kesehatan pada umumnya dan ilmu
keperawatan pada khususnya.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. DEFINISI
Rusaknya
kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung,
kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang /
osteoporosis.
B. FISIOLOGI
/ ANATOMI
Persendian panggul merupakan bola
dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala,
leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari
femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi
panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke
kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke
femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior,
nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter
dan bagian bawah dari leher femur.
C. KLASIFIKASI
Ada 2 type dari fraktur femur,
yaitu :
1. Fraktur
Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul
dan
Melalui kepala femur (capital fraktur)
·
Hanya
di bawah kepala femur
·
Melalui
leher dari femur
2. Fraktur
Ekstrakapsuler;
·
Terjadi
di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih
besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
·
Terjadi
di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2
inci di bawah trokhanter kecil.
D. PATOFISIOLOGI
1. Penyebab
Fraktur Adalah Trauma
Fraktur
patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma
berupa yang disebabkan oleh suatu proses yaitu :
·
Osteoporosis
Imperfekta
·
Osteoporosis
·
Penyakit
metabolik
TRAUMA
Dibagi
menjadi dua, yaitu :
Trauma
langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi
miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras
(jalanan).
Trauma
tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya
jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
E. TANDA
DAN GEJALA
·
Nyeri
hebat di tempat fraktur
·
Tak
mampu menggerakkan ekstremitas bawah
·
Rotasi
luar dari kaki lebih pendek
·
Diikuti
tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi,
sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
F. PENATALAKSANAAN
MEDIK
·
X.Ray
·
Bone
scans, Tomogram, atau MRI Scans
·
Arteriogram
: dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
·
CCT
kalau banyak kerusakan otot.
TRAKSI
Penyembuhan
fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu
sesingkat mungkin
Metode
Pemasangan traksi:
Traksi
Manual
Tujuan
: Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan Emergency.
Dilakukan
dengan menarik bagian tubuh.
Traksi
Mekanik
Ada
dua macam, yaitu :
Traksi
Kulit
Dipasang
pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi
kulit terbatas
untuk
4 minggu dan beban < 5 kg.
Untuk
anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi
definitif, bila tidak diteruskan dengan pemasangan gips.
Traksi
Skeletal
Merupakan
traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan
untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui
tulang/jaringan metal.
KEGUNAAN
PEMASANGAN TRAKSI
Traksi
yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya :
·
Mengurangi
nyeri akibat spasme otot
·
Memperbaiki
dan mencegah deformitas
·
Immobilisasi
·
Difraksi
penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi).
·
Mengencangkan
pada perlekatannya.
MACAM
- MACAM TRAKSI
Traksi
Panggul
Disempurnakan
dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat puncak iliaka.
Traksi
Ekstension (Buck’s Extention)
Lebih
sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu kaki ke dua kaki.
Digunakan untuk immibilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkat atau untuk
mengurangi spasme otot.
Traksi
Cervikal
Digunakan
untuk menahan kepala extensi pada keseleo, kejang dan spasme. Traksi ini biasa
dipasang dengan halter kepala.
Traksi
Russell’s
Traksi
ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang juga digunakan untuk
terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa
digunakan.
Traksi
ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan
vertikal pada lutut secara horisontal pada tibia atau fibula.
Traksi
khusus untuk anak-anak
Penderita tidur terlentang 1-2
jam, di bawah tuberositas tibia dibor dengan steinman pen, dipasang
staples pada steiman pen. Paha ditopang dengan thomas splint, sedang tungkai
bawah ditopang atau Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai
2 minggu atau lebih, sampai tulangnya membentuk callus yang cukup. Sementara
itu otot-otot paha dapat dilatih secara aktif.
KONSEP DASAR ASUHAN
KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat
keperawatan
a. Riwayat
Perjalanan penyakit
·
Keluhan
utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan
·
Apa
penyebabnya, kapan terjadinya kecelakaan atau trauma
·
Bagaimana
dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll
·
Perubahan
bentuk, terbatasnya gerakan
·
Kehilangan
fungsi
·
Apakah
klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
b. Riwayat
pengobatan sebelumnya
·
Apakan
klien pernah mendapatkan pengobatan jenis kortikosteroid dalam jangka waktu
lama
·
Apakah
klien pernah menggunakan obat-obat hormonal, terutama pada wanita
·
Berapa
lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
·
Kapan
klien mendapatkan pengobatan terakhir
c. Proses
pertolongan pertama yang dilakukan
·
Pemasangan
bidai sebelum memindahkan dan pertahankan gerakan diatas/di bawah tulang yang
fraktur sebelum dipindahkan
·
Tinggikan
ekstremitas untuk mengurangi edema
2. Pemeriksaan
fisik
a. Mengidentifikasi
tipe fraktur
b. Inspeksi
daerah mana yang terkena
- Deformitas
yang nampak jelas
- Edema,
ekimosis sekitar lokasi cedera
- Laserasi
- Perubahan
warna kulit
- Kehilangan
fungsi daerah yang cidera
c. Palpasi
·
Bengkak,
adanya nyeri dan penyebaran
·
Krepitasi
·
Nadi,
dingin
·
Observasi
spasme otot sekitar daerah fraktur
BAB III
TINJAUAN KASUS
TINJAUAN KASUS
A. Biodata
Nama :
An.W
Umur :
13 tahun
Alamat :
kedaleman kulon puring
Ruang :
teratai
Dx
medis :
fraktur femu tertutup dextra
B. Pengkajian
tgl 14/11/2011
1. Keluhan
utama:
Pasien
mengatakan nyeri pada kaki kanan dan tidak bisa digerakan.
2. Riwayat
kesehatan sekarang :
Pasien
dengan post jatuh dari olahraga (volley). Ps sadar, mengeluh sakit pada kaki
kanan, sakit sekali dan tidak bisa digerakan,Dalam pemeriksaaan ada tanda
fungsiolesa, deformasi, bengkak dan terbalut spalk. Pernah dipijat 1 bln yang
lalu ditempat yang sama
3. Riwayat
kesehatan dahulu :
Pasien
blm pernah mengalami patah tulang(fraktur) sebelumnya, tidak mempunyai riwayat
hipertensi ataupun DM
4. Riwayat
kesehatan keluarga :
Keluarga
pasien tidak ada yg mempunyai penyakit hipertensi ataupun DM
5. Pemeriksaan
fisik
KU :
Cukup
Kesadaran :
Composmentis
Tanda-tanda
Vital
TD : 132/92 mmHg
S :
37 0 C
N :
102 x/mnt
R :
22 x/mnt
Head
to toe:
Kepala :
bentuk mesochepal
Rambut :
rambut agak kotor
Mata :
anemis, sklera tak ikterik
Telinga :
tidak ada discharge
Hidung :Hidung
tidak ada discharge,
Gigi
dan mulut : mukosa bibir kering, gigi agak kotor
Leher :
tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
Dada :
dinding dada simetris, tidak menggunakan otot bantu pernafasan
Paru :
suara paru vesikuler, wheezing, sonor diseluruh lapang paru
Jantung :
cor: reguler, gallop dan murmur tdk ada
Abdomen :
dinding perut datar, supel, tympani, bising usus 5x/mnt
Punggung :
tidak ada luka dekubitus atau yang lain
Genitalia :
jenis kelamin laki-laki
Anggota
gerak atas : tidak ada fraktur, kedua tangan mampu
digerakkan
Anggota
gerak bawah : tidak dapat digerakan,hasil radiologi terdapat
fraktur femur
Turgor
kulit : baik
6. Data Penunjang
a. Diagnosa
medis: Fraktur femur tertutup dextra
b. Hasil
pemeriksaan radiologi
- Rontgen
terdapat fraktur femur tertutup
dextra
c. Hasil
Laboratorium (14-11-2011)
Pemeriksaan
|
Hasil
|
Normal
|
Hb
RBC
HCT
|
10
g/dL
3.46
x 106 /uL
28.6
%
|
11.7
– 17.3
3.80
– 5.90
35.0
– 52.0
|
1. PRE
OPERASI
Analisa
Data
NO
|
Data
|
Pathway
|
Etiologi
|
Masalah
|
1
|
DS
: Klien mengatakan kaki kanan nya sakit sekali, P: Nyeri bertambah ketika
kaki digerakan ,nyeri berkurang saat diimobilisasi, Q: Nyeri seperti diiris,
R: area femur, S: 8 , T: Saat digerakan sampai selesai diimobilisasi
DO:
- ps terlihat meringis menahan nyeri, merintih, bengkak, px. rontgen fraktur
femur dextra, RR: 22 x/mnt , TD:132/92 mmHg, S: 37o C ,N: 102 x/mnt
|
cedera
jaringan kulit dan tulang
diskontinuitas
tulang
proses
inflamasi
menekan
ujung syaraf bebas
nosiseptor
Nyeri
akut
|
Diskontinuitas
tulang
|
Nyeri
akut
|
2.
|
DS:
Pasien mengatakan kaki kanan tidak bisa digerakan .
DO:
dalam pemeriksaan didapatkan hasil adanya fungsialesa, deformitas, Px.
Radiologi diperoleh hasil fraktur femur dextra, sudah terpasang spalk.
|
Kerusakan
musculoskeletal
Mempersempit
ruang gerak
Fungsialesa
Kelemahan
fisik
|
Kerusakan
musculo skeletal
|
Kelemahan
fisik
|
Intervensi Keperawatan
NO
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Planing
|
1.
|
Nyeri
akut b.d.Diskontinuitas tulang
|
NOC:
- Tingkt
kenyamanan
- perilaku
mengendalikn nyeri
- Tingkt
nyeri;jmlh nyeri yg dilaporkan atau ditunjukkn
- Nyeri:
efekmerusak: perilaku yg diamati/dilaporkan
Tujuan/Kriteria
evaluasi:
- Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 pasien mampu mempertahankn tingkt
nyeri pd skala 3
- Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 pasien menunjukkn nyeri: efek
merusak dibuktikan dg indikator nilai 5 yaitu tidak ada
gangguan ditunjukkn dari ekspresi nyeri lisan atau pada
wajah,kegelisahan atau gangguan otot
|
Pengkajian
- Minta
pasien untuk menilai nyeri/ketidaknyamanan pada skala 0-10 (0=tdk ada nyeri,
10= sangat nyeri)
- Kaji
dampak agama, budaya, kepercayaan dn lingkungan terhadap nyeri dan respon
pasien
- Lakukan
pengkajian nyeri yg komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi,
frek, kualitas, intenistas/keprhn nyeri,faktor presipitasi
- Observasi
isyarat ktdknyamanan nonverbal,khususnya ps yg tdk mampu berkomunikasi
scr verbal
- Hadir
di dpn ps dn klg untk memenuhi keb.rasa nyamn &aktivitas lain untuk
membantu relaksasi
|
2.
|
Kelemahan
fisik berhubungan dengan kerusakan muskulokeletal
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam kelemahan fisik dapat teratasi
dengan criteria hasil:
- kelemahan fisik
tidak terjadi
|
Terapi
ambulasi
|
1. Persiapan
pasien
Posisi
pasien : supinasi
Anestesi :
general anestesi
TD :132/92 mmHg
Nadi :
102x/menit
RR :
22x/menit
Pemasangan : bed side monitor
Pemasangan : bed side monitor
Waktu :
-
Operator :
Dr. Eko
Asisten :
Rini
Instrumen :
Fauzi
2. Persiapan
alat
Basic
set
|
Jmlh
|
Alat
tambahan
|
Jmlh
|
o Gunting
kassa
o Gunting
jaringan
o Klem
o Pinset
anatomis (besar/kecil)
o Pinset
cirugis (besar/kecil)
o Kocher
o Dukklem
o Nail
fuder
o Scuple
(no 4)
o Kom
o Bengkok
|
1
1
10
2
2
4
5
2
2
2
2
|
o Jas
operasi
o Handscoon
o Duk
besar
o Duk
sedang/sarung kaki
o Canul
suction
o Selang
suction
o Kassa
o Pisturi
no. 22
o Cutter
o Benang:
crumic 2/0, side 2/0, plain 2/0
o Jarum:
taper no: 24, cutting no 30
o Set
ORIF:
Bone
klem
Reduction
Raspatorium
Kuret
Mata
bor
Screw
driver 3,5
Plate
1/3 tubuler 6 whole
|
4
4
3
1
1
1
5
1
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
set
|
3. Penatalakasanaan/instrumen
No
|
Tindakan
|
Peralatan
|
1
|
Desinfeksi
|
Kom,
betadin, alcohol, klempanjang, kassa
|
2
|
Drapping
|
Duk
besar, duk lubang, duk klem
|
3
|
Menandai
daerah sayatan
|
Pisau,
klem, kassa
|
4
|
Melakukan
sayatan pada kulit sampai otot
|
Pisau,
kassa, klem arteri,
Pinset
cirugis, gunting
|
5
|
Mempertahankan
hemostatis
|
Kassa
klem cutter, suction
|
6
|
Membersihkan
area fraktur
|
Kuret
|
7
|
Reposisi
fraktur menahan area fraktur
|
Raspatorium
|
8
|
Fiksasi
fraktur
|
Bone
klem, Raspatorium
|
9
|
Bor
6 whole area fraktur
|
Bor,
mata bor
|
10
|
Memasang
plate
|
Plate,
screw driver
|
11
|
Mencuci
daerah operasi
|
NaCL
|
12
|
Hecting
otot
|
Plain
2/0, taper no 30
|
13
|
Hecting
sub cutis
|
Chromic
2/0, taper no 24
|
14
|
Hecting
kulit
|
Side
2/0, cuting no 30
|
15
|
Desinfeksi
|
Kassa
betadin
|
16
|
Balut
luka
|
Kassa
steril, kassa betadin dan hipafix
|
2. INTRA OPERASI
ANALISA
DATA
No
|
Waktu
|
Data
Fokus
|
Etiologi
|
Masalah
|
1.
|
14.20
|
Subjektif
: -
Objektif
:
- Insisi
± 20 cm
- Perdarahan
± 750 cc
- TD :
128/90 mmHg
- Nadi
: 78x/menit
- RR :
18x/menit
|
Perdarahan
akibat pembedahan
|
Resiko
syok hipovolemik
|
MASALAH
KEPERAWATAN
Resiko
syock hipovolomic b.d Perdarahan akibat pembedahan
RENCANA
KEPERAWATAN
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Intervensi
|
1.
|
Resiko
syok hipovolomik b.d perdarahan akibat pembedahan
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama operasi 1x2 jam diharapkan syock
hipovolomic tidak terjadi dengan kriteria hasil:
- Tidak
ada tanda – tanda syock hipovolemik (cyanosis)
- TTV
dalam batas normal (TD: 120/80-140/100, Nadi 60-90).
|
- Monitor
perdarahan pada daerah pembedahan setelah dilakukan insisi.
- Ingatkan
operator dan asiasten bila terjadi perdarahan hebat
- Monitor
vital sign tiap 5 menit
- Monitor
cairan yang melewati DC katheter
- Memberikan
cairan RL untuk resusitasi cairan
- Memonitor tanda-tanda
syock hipovolemic.
|
3. POST
OPERASI
ANALISA
DATA
No
|
Waktu
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1.
|
Subjektif: -
Objektif:
Pasien
hanya tiduran saat dipindahkan, kaki belum dapat digerakan, kaki kanan
terdapat luka post operasi pasien dipindahkan ke ruang RR dengan brankar.
|
Proses
pemindahan brankar
|
Resiko
tinggi cedera
|
MASALAH
KEPERAWATAN
Resiko
tinggi cedera b.d Proses pemindahan brankar
RENCANA
KEPERAWATAN
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Intevensi
|
1.
|
Resiko
tinggi cedera b.d Proses pemindahan brankar.
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan diharapkan resiko cedera tidak terjadi.
Dengan
kriteria hasil:
- Tidak
terjadi abserasi kulit karena pemindahan pasien.
- Pasien
dapat dipindahkan dengan aman dan nyaman.
|
- Perhatikan
posisi pasien
- Mendekatkan
bed di samping pasien
- Melindungi
organ vital pasien
- Kolaborasi
dengan 2-3 perawat yang ada
- Mengakat
pasien secara bersamaan
- Memberikan penyangga
di tempat tidur pasien.
|
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Pada
pre ditemukan masalah keperawatan nyeri akut b.d diskontinuitas jaringan tulang
dan hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan musculoskeletal.
2.
Pada
intra ditemukan masalah keperawatan resiko perdarahan b.d proses pembedahan.
3.
Pada
post ditemukan masalah keperawatan resiko cedera b.d proses pemindahan pasien.
B. Saran
1.
Dalam
mempersiapkan pasien yang akan dilakukan operasi sebaiknya semua persiapan pre
operasi benar-benar dipersiapkan secara maksimal, guna mencegah terjadinya
komplikasi pembedahan.
2.
Pasien
atau keluarga pasien yang sudah di operasi sebaiknya di beri pendidikan
kesehatan terkait perawatan post operasi.
3.
Kerjasama
team bedah perlu ditingkatkan guna tercapinya model praktek keperawatan
professional di ruang IBS.
DAFTAR PUSTAKA
Donges
Marilynn, E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC
Price
Sylvia, A. 1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 .
Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer
Suzanne, C. 1997. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol
3. Jakarta : EGC
Tucker,
Susan Martin. 1993. Standar Perawatan Pasien, Edisi V, Vol
3. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar