WELCOMETO MY BLOG

Kamis, 23 Januari 2014

Asuhan Keperawatan Pielonefritis

BAB I
KONSEP DASAR
1.  Definisi
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri jarang mencapai ginjal melalui darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.
Pielonefritis sering sebagai akibat dari refluks uretero vesikal, dimana katup uretrovresikal yang tidak kompeten menyebabkan urin mengalir baik(refluks) ke dalam ureter. Obstruksi traktus urinarius yang meningkatkan kerentanan ginjal terhadap infeksi), tumor kandung kemih, striktur, hyperplasia prostatik benigna, dan batu urinarius merupakan penyebab yang lain.
Inflamasi pelvis ginjal disebut Pielonefritis, penyebab radang pelvis ginjal yang paling sering adalah kuman yang berasal dari kandung kemih yang menjalar naik ke pelvis ginjal. Pielonefritis ada yang akut dan ada yang kronis (Tambayong. 200)

2. Etiologi
·         Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit.
·         Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung kemih.
Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih.
·         Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal.
·         Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.

Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal adalah:
         kehamilan
         kencing manis
         keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi.



3. Patofisiologi
Bakteri Masuk ke dalam pelvis ginjal dan terjadi inflamasi.Inflamasi ini menyebabkan pembekakan daerah tersebut, dimulai dari papila dan menyebar ke daerah korteks. Infeksi terjadi setelah terjadinya cytitis, prostatitis (asccending) atau karena infeksi steptococcus yang berasal dari darah (descending).

4. Klasifikasi
Pyelonefritis dibagi menjadi 2 macam yaitu :
·         Pyelonefritis akut.
·         Pyelonefritis kronik.
Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena tetapi tidak sempurna atau infeksi baru.20 % dari infeksi yang berulang terjadi setelah dua minggu setelah terapi selesai. Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atau dikaitkan dengan selimut.abses dapat di jumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis.Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi.
Pielonefritis kronik juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin. Pyelonefritis kronik dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulang kali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal faiure (gagal ginjal) yang kronik. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang –ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat. Pembagian Pyelonefritis akut sering di temukan pada wanita hamil, biasanya diawali dengan hidro ureter dan Pyelonefrosis akibat obstruksi ureter karena uterus yang membesar.

5. Manifestasi Klinik
·         Pyelonefritis akut
Gejala biasanya timbul secara tiba-tiba berupa demam, menggigil, nyeri di punggung bagian bawah, mual dan muntah. Beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah, yaitu sering berkemih dan nyeri ketika berkemih. Bisa terjadi pembesaran salah satu atau kedua ginjal. Kadang otot perut berkontraksi kuat, bisa terjadi kolik renalis, dimana penderita merasakan nyeri hebat yang disebabkan oleh kejang ureter. Kejang bisa terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi atau karena lewatnya batu ginjal. Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit untuk dikenali pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria dengan bau yang tajam, selain itu juga adanya peningkatan sel darah putih.


·         Pyelonefritis kronik
Pyelonefritis kronik terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang.Sehingga kedua ginjal perlahan-lahan mejadi rusak.
a) Adanya serangan Pyelonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak mempunyai gejala yang sfesifik.
b) Adanya keletihan.
c) Sakit kepala, nafsu makan rendah dan berat badan menurun.
d) Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis, proteinuria, pyuria, dan kepekatan urin menurun.
e) Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami gagal ginjal.
f) Ketidaknormalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks.
g) Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan luka pada jaringan.

6. Komplikasi 
Pielonefritis kronik adalah penyakit ginjal stadium akhir(mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut)hipertensi, danpembentukan batu ginjal (akibat  infeksi kronik disertai organisme pengurai-urea, yang mengakibatkan terbentuknya batu).

7. Pemeriksaan Penunjang
·         Urinalisis
Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih.
Hematuria: hematuria  positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
·         Bakteriologis
Mikroskopis : satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. 102 -103 organisme koliform / mL urin plus piuria
Biakan bakteri
Tes kimiawi : tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik
·         Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
·         Hitung koloni : hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
·         Metode tes
         Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat).
         Tes esterase lekosit positif: maka pasien mengalami piuria.
         Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
·         Penyakit Menular Seksual (PMS): Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
·         Tes- tes tambahan :
         Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate.
         Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.

8. Penatalaksanaan
Pielonefritis Akut : pasien pielonefritis akut beresiko terhadap bakteremia dan memerlukan terapi antimikrobial yang intensif. Terapi parentral di berikan selama 24-48 jam sampai pasien afebril. Pada waktu tersebut, agens oral dapat diberikan. Pasien dengan kondisi yang sedikit kritis akan efektif apabila ditangani hanya dengan agens oral. Untuk mencegah berkembangbiaknya bakteri yang tersisa, maka pengobatan pielonefritis akut biasanya lebih lama daripada sistitis.
Masalah yangmungkin timbul dalam penanganan adalah infeksi kronik atau kambuhan yang muncul sampai beberapa bulan atau tahun tanpa gejala. Setelah program antimikrobial awal, pasien dipertahankan untuk terus dibawah penanganan antimikrobial sampai bukti adanya infeksi tidak terjadi, seluruh faktor penyebab telah ditangani dan dikendalikan, dan fungsi ginjal stabil. Kadarnya pada terapi jangka panjang.
Pielonefritis kronik: agens antimikrobial pilihan di dasarkanpada identifikasi patogen melalui kultur urin, nitrofurantion atau kombinasi sulfametoxazole dan trimethoprim dan digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri. Fungsi renal yang ketat, terutama jika medikasi potensial toksik.



Pengobatan
Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau tanpa ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari.
·         Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa nyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat farmakologi tambahan antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (Pro-Banthine)
·         Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara progresif.





















BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada klien pielonefritis menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh yaitu :
1.    Data biologis meliputi            :
·         Identitas Klien
- Nama                                                 :
- Usia / Tanggal Lahir                    :
- Jenis Kelamin                                 :
- Suku Bangsa                                   :
- Status Pernikahan                        :
- Agama                                               :
- Pekerjaan                                        :
- Diagnosa Medik                            :
- Tanggal Masuk                              :
- Tanggal Pengkajian                     :
- No. RM                                              :
·          Identitas penanggung
- Nama                                                 :
- Usia                                                    :
- Jenis kelamin                                 :
- Alamat                                              :
- Pekerjaan                                        :
- Hubungan dengan Klien            :

2.      Riwayat kesehatan                  :
·         Keluhan utama
 Keluhan yang paling dirasakan oleh klien saat dikaji.
·         Riwayat kesehatan sekang
Penjelasan dari keluhan utama, diuraikan dalam konsep PQRST
·          Riwayat kesehatan dahulu
 Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan dengan atau memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita saat ini.
·         Riwayat kesehatan keluarga
 Mengidentifikasi apakah di keluarga ada riwayat penyakit menular atau turunan atau keduanya.
- Bila ditemukan riwayat penyakit menular, dibuat struktur keluarga
  dimana diidentifikasi individu-individu yang tinggal serumah.
  Tidak dalam bentuk genogram.
- Bila ditemukan riwayat penyakit turunan, dibuat genogram dalam
   minimal tiga generasi.

3.       Pengkajian fisik :
·         Umum
·         Tanda-tanda vital
·          Sistem Perkemihan,khusus pada sistem perkemihan seperti di lakukan tindakan seperti berikut:  -Palpasi kandung kemih
-Infeksi darah meatus -Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernian urine   - Pengkajian pada costovertebralis
·          Sistem Penglihatan
·         Sistem Pendengaran
·         Sistem Pernafasan
·         Sistem Kardiovaskuler
·         Sistem Endokrin
·         Sistem Genetalia
·         Sistem Muskuluskeletal
·         Sistem Integumen
·         Sistem Syaraf

4.      Pola Aktifitas Sehari-hari:
·         Nutrisi
1. Kaji jumlah,cara ,jenis cairan yang biasa diminum pasien dan perbedaan frekuensi minum klien sebelum masuk rumah sakit dan saat di rawar di rumah sakit.
2.  Kaji jumlah,cara ,jenis makanan yang biasa dimakan pasien dan perbedaan frekuensi makan klien sebelum masuk rumah sakit dan saat di rawar di rumah sakit.
·          Eliminasi
1. Kaji frekuensi, urgensi, dan jumlah urine output.
2. Kaji perubahan warna urin.
3. Kaji adanya darah dalam urin.
4. Disuria; kapan keluhan ini terjadi : pada saat urinasi, pada awal
    urinasi, atau akhir urinasi.
5. Hesitancy; mengedan nyeri selama atau sesudah urinasi.
6. Konstipasi dapat menyumbat sebagian urethra, menyebabkan
    tidak adekuatnya pengosongan kandung kemih.
·         Istirahat
·          Personal Higiene

5.      Data Psikologis, Sosial dan Spiritual  :
·         Data Psikologis
Dalam data psikologis terdiri dari status emosi, kecemasan, pola koping, gaya komunikasi dan konsep diri (gambaran diri, harga diri, dll)
·         Data Sosial
dalam data sosial Berisi hubungan dan pola interaksi klien dengan keluarga dan masyarakat.
·         Data Spiritual
Mengidentifikasi tentang keyakinan hidup, optimisme terhadap kesembuhan penyakit, gangguan dalam melaksanakan ibadah.

B.  Diagnosa Keperawatan
1.      Perubahan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan membran mukosa, kurang nafsu makan
2.     Nyeri akut  b.d proses peradangan / infeksi
3.   Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan pengobatan

C . Perencanaan
Dp. 1 : Perubahan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan membran mukosa, kurang nafsu makan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nafsu makan bertambah.
Batasan karateristik :
Subjektif : kram abdomen, melaporkan perubahan sensasi rasa, merasa kenyang setelah mengingesti makanan, merasakan ketidakmampuan mengingesti makanan.
Objektif : adanya bukti kekurangan makanan, bising usus hiperaktif, konjungtiva dan membran mukosa pucat, tonus otot buruk.
Kriteria Hasil : menunjukkan status gizi : asupan makanan, cairan dan zat gizi.

Intervensi :
No
Intervensi
Rasionalisasi

1



2





3


4



5




6
Mandiri
Pantau  / catat permasukan diet



Tawarkan perawatan mulut sering/cuci dengan  larutan (25%) cairan asam asetat. Berikan permen karet, permen keras, penyegar mulut diantara makan



Berikan makanan sedikit tapi sering

Kolaborasi :
Konsul dengan ahli gizi/tim pendukung nutrisi



Batasi kalium, natrium dan pemasukan fosat sesuai indikasi



Awasi pemeriksaan labiratorium, contoh; BUN, albumin serum, transferin, natrium dan kalium.

Membantu dan mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gajala uremik (contoh : mual, anoreksia, gangguan rasa) dan pembatasan diet multiple mempengaruhi pemasukan makanan.
Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, meminyaki dan membantu menyegarkan rasa mulut yang sering tidak nyaman pada uremia dan membatasi pemasukan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan amonea yang dibentuk oleh perubahan urea.
Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/menurunnya paristaltik

Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan,dan mengidentifikasi rute paling efektif dan produknya, contoh tambahan oral, makanan selang hiperalimentasi

Pembatasan elektrolit ini dibutuhkan untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut, khususnya bila dialisis tidak menjadi bagian pengobatan, dan atau selama fase penyembuhan.

Indikator kebutuhan nutrisi, pembatasan, dan kebutuhan / efektivitas terapi.
Dp. 2 : Nyeri akut b.d proses peradangan, infeksi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nyaman dan nyerinya berkurang.
Batasan karakteristik: kegelisahan, perilaku melindungi, perilaku menjaga, kandung kemih tegang
Subjektif      :  keletihan
Objektif  : perubahan kemampuan untuk meneruskan aktifitas sebelumnya, perubahan pola tidur, penurunan interaksi dengan orang lain, perubahan berat badan.
Kriteria Hasil : Tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih, kandung kemih tidak tegang, tenang,   tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah, tidak ada posisi tubuh, tidak ada kegelisahan, tidak ada kehilangan nafsu makan.
      Intervensi :
No
Intervensi
Rasionalisasi

1


2


3


4



5

6


7





8

9
Mandiri :
Pantau intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri

Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.

Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi

Pantau haluaran urine terhadap perubahan warna, bau dan pola berkemih, masukan dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang

Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan punggung, lingkungan istirahat

Berikan perawatan parineal

Kolaborasi :
Konsul dokter bila : sebelumnya kuning gading urine kuning, jingga gelap, berkabut atau keruh. Pla berkemih berubah, sering berkemih dengan jumlah sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih. Nyeri menetap atau bertambah sakit

Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya

Berikan antibiotic. Buat berbagi variasi sediaan minum, termasuk air segar. Pemberian air sampai 2400 ml/hari

Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi

Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot – otot

Untuk membantu klien dalam berkemih


Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang di harapkan


Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot

Untuk mencegah kontaminasi uretra


Temuan – temuan ini dapat memberi tanda kerusakan jaringan lanjut dan perlu pemeriksaan luas



Analgesic memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri

Akibat dari haluran urin memudahkan berkemih sering dan membantu membilas saluran berkemih

Dp. 3 : Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan pengobatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam cemas pasien Hilang dan tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisa
Batasan Karakteristik : klien gelisah, tidak tenang, tanda vital abnormal, gelisah, ketakutan, gangguan tidur.
Kriteria Hasil : tenang, gelisa berkurang, ketakutan berkurang, dapat beristirahat, frekuensi nafas 12-24/menit
Intervensi :
No
Intervensi
Rasionalisasi
1



2


3


4
Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya



Pantau tingkat kecemasan


Beri dorongan spiritual


Beri penjelasan tentang penyakitnya
Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan


Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien

Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada tuhan YME

Agar klien mengerti sepenuhnya dengan penyakit yang di alaminya.

D. Implementasi
Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat dan disesuaikan dengan kondisi pasien.

E. Evaluasi
Evaluasi adalah hasil dari asuhan keperawatan yang di berikan apakah sesuai dengan kriteria hasil ataukah masalah belum teratasi.














DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keprawatan. Edisi 7. Jakarta : EGC
Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
http://acenkfik.blogspot.com/2011/04/asuhan-keperawatan-pielonefritis.html. Diakses pada tanggal 22 Februari 2013
http://glizzer.wordpress.com/2009/05/07/asuhan-keperawatan-klien-dengan/. Diakses pada tanggal 22 februari 2012

Askep BBLR ( Berat Badan Lahir Rendah) dan Perawatan Bayi di Inkubator

BAB II
KONSEP MEDIS

A.    Definisi BBLR
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah (WHO, 1961).
BBLR Merupakan bayi (neonatus) yang lahir dengan memiliki berat badan kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2499 gram. (Hidayat, 2005).
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi (Wong, 2009).
Jadi dapat disimpulkan bahwa bayi berat lahir rendah adalah bayi baru lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa melihat apakah prematur atau dismatur yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan pematangan (maturitas) organ serta menimbulkan kematian.

B.     Klasifikasi BBLR
Ada dua golongan BBLR, yaitu:
a.       Prematuritas murni
Yaitu bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat bayi sesuai dengan gestasi atau yang disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan.
b.      Bayi small for gestational age (SGA)
Berat bayi lahir sesuai dengan masa kehamilan. SGA sendiri terdiri atas tiga jenis:
-simetris ( intrauterus for gestatational age ) yaitu terjadi gangguan nutrisi pada awal kehamilan dan dalam jangka waktu yang lama
-Asimetris ( intrauterus growth retardation ) yaitu terjadi defisit nutrisi pada fase akhir kehamilan
-Dismaturitas yaitu bayi yang lahir kurang dari berat badan yang seharusnya untuk masa gestasi dan si bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri serta merupakan bayi kecil untuk masa kehamilan. (Mitayani, 2009)


C.    Etiologi BBLR
Etiologi atau penyebab dari BBLR maupun usia bayi belum sesuai dengan masa gestasinya, yaitu :
a.       Komplikasi obstetrik
-Multipel gestation
-Incompetence
-Pro ( premature rupture of membran ) dan kirionitis
-Pregnancy induce hypertention ( PIH )
-Plasenta previa
-Ada riwayat kelahiran prematur

b.      Komplikasi medis
-Diabetes maternal
-Hipertensi kronis

c.       Faktor ibu
-Penyakit : hal yang berhubungan dengan kehamilan seperti toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, infeksi akut, serta kelainan kardiovaskular.
-Usia ibu : angka kejadian prematurnitas tertinggi ialah pada usia ibu dibawah 20 tahun dan multi gravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat.
-Keadaan sosial ekonomi : keadaan ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya prematuritas, kejadian yang tinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang.
-Kondisi ibu saat hamil: peningkatan berat bdan yang tidak adekuat dan ibu yang perokok. (Mitayani, 2009)
Beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR antara lain :
1.      Pengaruh umur ibu saat hamil terhadap kejadian BBLR
Hendaknya ibu merencanakan kehamilannya pada kurun waktu umur produksi sehat yaitu 20-35 tahun. Dari segi biologis, wanita pada umur muda (kurang dari 20 tahun) memiliki perkembangan organ-organ reproduksi yang belum matang. Keadaan ini akan menyebabkan kompetisi dalam mendapatkan nutrisi antara ibu yang masih dalam tahap perkembangan dan janinnya. Dari segi kejiwaan, belum siap dalam menghadapi tuntutan beban moril, mental, dan emosional yan menyebabkan stress psikologis yang dapat mengganggu perkembangan janin. Usia remaja memberikan risiko terjadinya kelahiran BBLR empat kali lebih besar dibandingkan dengan kelahiran pada usia reproduktif sehat. Para peneliti juga menemukan bahwa kelahiran BBLR pada usia remaja ternyata tidak hanya disebabkan oleh umur ibu yang masih muda tetapi juga disebabkan oleh faktor lain yang berhubungan dengan usia remaja seperti tingkat pendidikan, perawatan antenatal, berat badan sebelum hamil, kesiapan psikologik dalam menerima kehamilan, penerimaan lingkungan sekitar terhadap kehamilannya, yang nantinya akan menimbulkan stress.
Kehamilan pada umur lebih dari 35 tahun juga mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadinya kelahiran BBLR sehubungan dengan alat reproduksinya telah berdegenerasi dan terjadi gangguan keseimbangan hormonal. Fungsi plasenta yang tidak adekuat sehingga menyebabkan kurangnya produksi progesterone dan mempengaruhi iritabilitas uterus, menyebabkan perubahan-perubahan serviks yang pada akhirnya akan memicu kelahiran prematur. Umur ibu hamil yang lebih tua juga dihubungkan dengan adanya penyakit-penyakit yang menyertainya.
2.      Pengaruh pendidikan ibu terhadap kejadian BBLR
Tingkat pendidikan seorang ibu akan sangat berpengaruh dalam penerimaan informasi yang diterima. Ibu dengan pendidikan yang cukup akan melakukan hal-hal yang diperlukan oleh bayi. Misalnya kesadaran untuk memenuhi gizi, imunisasi, pemeriksaan berkala (antenatal care). Sebaliknya pendidikan yang rendah akan sulit bagi seorang ibu untuk menerima inovasi dan sebagian besar kurang mampu menciptakan kebahagiaan dalam keluarganya, selain itu kurang menyadari betapa pentingnya perawatan sebelum melahirkan. Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil melalui program kesehatan ibu dan anak, penyuluhan-penyuluhan kesehatan selama ibu hamil. Dengan demikian para ibu hamil, diharapkan dapat memilih makanan yang bergizi, guna menghindari lahirnya bayi dengan berat badan lahir rendah. Hal ini jelas berpengaruh positif terhadap pertumbuhan janin dalam kandungannya. Selain itu dengan pendidikan dan informasi cukup yang dimiliki ibu diharapkan pelaksanaan Keluarga Berencana dapat berhasil sehingga dapat membatasi jumlah anak, menjarangkan kehamilan, dan dapat menunda kehamilan jika menikah pada usia muda.
3.      Pengaruh paritas terhadap risiko kejadian BBLR
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Jumlah paritas yang tinggi mempunyai risiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR.
Hal ini dapat diterangkan bahwa pada setiap kehamilan yang disusul dengan persalinan akan menyebabkan perubahan-perubahan pada uterus. Kehamilan yang berulang akan mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah dinding uterus yang mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang bila dibandingkan dengan kehamilan sebelumnya. Keadaan ini menyebabkan gangguan pertumbuhan janin.
4.      Pengaruh umur kehamilan terhadap risiko kejadian BBLR
Untuk mengetahui umur kehamilan dengan mengetahui hari pertama haid terakhir (HPHT), sedangkan secara klinik umur kehamilan dapat diketahui dengan mengukur berat lahir, panjang badan, lingkaran kepala. Bayi dengan berat badan lahir rendah dapat merupakan hasil dari umur gestasi yang pendek dengan kecepatan pertumbuhan janin yang normal, umur gestasi yang normal dengan kecepatan pertumbuhan janin yang terganggu, atau umur gestasi yang pendek dengan kecepatan pertumbuhan janin yang terganggu.
5.      Pengaruh status gizi ibu terhadap kejadian BBLR
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin, seperti diuraikan berikut ini :

a.       Terhadap Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada ibu antara lain : anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi misalnya TORCH.
b.      Terhadap Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (prematur), perdarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat.
c.       Terhadap Janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin. Malnutrisi pada awal kehamilan mengakibatkan terbentuknya organ-organ yang lebih kecil dengan ukuran sel normal dan jumlah sel yang kurang secara permanen, sedangkan malnutrisi pada kehamilan lanjut mengakibatkan terbentuk organ yang lebih kecil dengan jumlah sel yang cukup dan ukuran sel yang lebih kecil, sehingga dapat menimbulkan cacat bawaan. Tetapi hal ini refersibel dan akan memberikan respon yang baik apabila nutrisi diperbaiki. Kekurangan gizi juga dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), dan lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
Keadaan status gizi ibu hamil sangat berpengaruh terhadap kondisi janin. Pada masa kehamilan seorang ibu memerlukan makanan lebih banyak dibandingkan wanita tidak hamil. Ganggua yang menyebabkan tidak terpenuhinya gizi akan menyebabkan gangguan pada janin dan beresiko untuk melahirkan bayi BBLR.
6.      Pengaruh kadar haemogloin ibu terhadap kejadian BBLR
Anemia dapat didefenisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada dibawah normal. Di Indonesia anemia umumnya disebabkan oleh kekurangan zat besi, sehingga lebih dikenal dengan istilah Anemia Gizi Besi. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai dibawah 11 gr/dl selama trimester III.
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Karena selama hamil zat-zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan premature juga lebih besar.6 Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Soeprono menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus (imatur/prematur), dan kadar Hb ibu bisa dipengaruhi oleh paritas, yang mana seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi.
7.      Pengaruh penyakit yang diderita ibu terhadap kejadian BBLR
Beberapa jenis penyakit baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi sirkulasi darah janin. Pada hipertensi dan penyakit ginjal kronik misalnya, terjadi gangguan peredaran darah dari ibu ke janin karena gangguan sirkulasi sistemik, sehingga nutrisi untuk janin berkurang dan menyebabkan pertumbuhan janin yang terhambat. Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisis dan psikologis.
8.      Pengaruh faktor kehamilan ganda terhadap kejadian BBLR
Pada ibu dengan kehamilan ganda membutuhkan asupan makanan yang lebih dibandingkan ibu yang hamil tunggal, sehingga apabila kebutuhan janin tidak tercukupi secara merata maka mengakibatkan bayi yang lahir mempunyai berat badan yang rendah.
9.      Pengaruh sosial ekonomi terhadap kejadian BBLR
Pengaruh sosial ekonomi merupakan hal yang cukup berpengaruh dalam kejadian BBLR, walaupun secara tidak langsung. Pendapatan yang rendah akan menyulitkan seorang ibu untuk memenuhi kebutuhan bayi terutama dalam hal gizi. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan bayi dengan BBLR. Mc Carthy dan Maine menunjukkan bahwa angka kematian ibu dapat diturunkan secara tidak langsung dengan memperbaiki status sosial ekonomi yang mempunyai efek terhadap salah satu dari seluruh faktor langsung yaitu perilaku kesehatan dan perilaku reproduksi, status kesehatan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.
10.  Pengaruh pelayanan antenatal terhadap kejadian BBLR
Pelayanan antenatal ini diperuntukkan guna memantau perkembangan kehamilan ibu, frekuensi minimal 4 kali selama kehamilan. Pemeriksaan antenatal yang teratur akan memberikan kesempatan untuk dapat mendiagnosis secara dini masalah-masalah yang dapat menyulitkan kehamilan maupun persalinan, sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat secepatnya.
11.  Pengaruh kebiasaan merokok dan minum alkohol terhadap kejadianBBLR
Merokok dan minum alkohol merupakan salah satu kebiasaan buruk bagi ibu hamil yang akan berpengaruh terhadap janin yang dikandungnya. Menurut penelitian Haworth dkk, bahwa berat badan bayi yang lahir dari ibu perokok lebih rendah dari ibu yang bukan perokok, walaupun penambahan berat badan selama hamil dan asupan energi sama. Beberapa penulis mengemukakan bahwa ibu hamil yang merokok lebih sering melahirkan bayi yang lebih kecil dibanding ibu hamil yang tidak merokok. Hal ini disebabkan beberapa hal :
-Karbonmonoksida dan inaktifasi fungsionalnya pada hemoglobin janin dan ibu.
-Aksi vasokonstriksi dan nikotin menyebabkan menurunnya perfusi darah ke plasenta.
-Merokok menyebabkan menurunnya selera makan ibu sehingga asupan energi ibu hamil berkurang, walaupun ada beberapa ibu perokok yang selera makannya tidak berubah.
-Berkurangnya volume plasma akibat hipoksia kronik.
-Ibu hamil peminum alkohol mempunyai risiko untuk melahirkan bayi dengan fetal alcohol syndrome. Sindrom ini mencakup kelahiran prematur, retardasi pertumbuhan janin, cacat lahir dan retardasi mental. Risiko ini berhubungan dengan jumlah alkohol yang diminum setiap harinya, usia kehamilan saat ibu hamil minum alkohol dan lamanya ibu tersebut mengkonsumsi minuman beralkohol. Makin banyak alkohol yang dikonsumsi, semakin besar resiko terganggunya pertumbuhan janin; sebaliknya semakin kurang mengkonsumsi alkohol, resiko terganggunya janin akan semakin kecil, tetapi masih ada. Bila ibu hamil mengkonsumsi alkohol pada trimester pertama kehamilan saat berlangsung organogenesis janin, maka resiko abortus akan lebih besar. Bila mengkonsumsi alkohol pada trimester kedua saat terjadi perkembangan ukuran sel, maka akan berpengaruh pada berat janin yang dikandungnya.
12.  Pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian BBLR
Perbedaan jenis kelamin ikut berperan pada berat badan lahir. rata-rata berat badan lahir bayi laki-laki 150 gram lebih berat dibanding bayi perempuan. Setelah minggu ke-20 mulai terdapat perbedaan antara pertumbuhan janin laki-laki dan perempuan. Menurut Kloosterman (1969) perbedaan ini dapat mencapai 135 gram pada kehamilan 40 minggu. Jadi bayi laki-laki seringkali lebih berat dari bayi perempuan.
13.  Pengaruh Riwayat Melahirkan BBLR Sebelumnya Terhadap KejadianBBLR
Ibu dengan riwayat melahirkan BBLR pada partus sebelumnya mempunyai kemungkinan untuk melahirkan anak berikutnya dengan BBLR.

D.    Patofisiologi
Menurunnya simpanan zat gizi. Hampir semua lemak, glikogen, dan mineral, seperti zat besi, kalsium, fosfor dan seng dideposit selama 8 minggu terakhir kehamilan. Dengan demikian bayi preterm mempunyai peningkatan potensi terhadap hipoglikemia, rikets dan anemia. Meningkatnya kkal untuk bertumbuh. BBLR memerlukan sekitar 120 kkal/ kg/hari, dibandingkan neonatus aterm sekitar 108 kkal/kg/hari
Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan. Koordinasi antara isap dan menelan, dengan penutupan epiglotis untuk mencegah aspirasi pneumonia, belum berkembang dengan baik sampai kehamilan 32-42 minggu. Penundaan pengosongan lambung dan buruknya motilitas usus sering terjadi pada bayi preterm. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm mempunyai lebih sedikit simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak , dibandingkan bayi aterm. Produksi amilase pankreas dan lipase, yaitu enzim yang terlibat dalam pencernaan lemak dan karbohidrat juga menurun. Kadar laktase juga rendah sampai sekitar kehamilan 34 minggu. Paru-paru yang belum matang dengan peningkatan kerja bernafas dan kebutuhan kalori yang meningkat. Masalah pernafasan juga akan mengganggu makanan secara oral.
Potensial untuk kehilangan panas akibat luasnya permukaan tubuh dibandingkan dengan berat badan, dan sedikitnya lemak pada jaringan bawah kulit memberikan insulasi. Kehilangan panas ini meningkatkan keperluan kalori. (Moore, 1997)


E.     Manifestasi Klinik
Secara umum gambaran klinis pada bayi berat badan lahir rendah sebagai berikut:
1.      Berat badan lahir< 2500 gram, panjang badan≤ 45 Cm, lingkar dada< 30 Cm, lingkar kepala< 33 Cm.
2.      Masa gestasi< 37 minggu.
3.      Penampakan fisik sangat tergantung dari maturitas atau lamanya gestasi; kepala relatif lebih besardari badan, kulit tipis, transparan, banyak lanugo, lemak sub kutan sedikit, osifikasi tengkoraksedikit, ubun-ubun dan sutu lebar, genetalia immatur, otot masih hipotonik sehingga tungkaiabduksi, sendi lutut dan kaki fleksi, dan kepala menghadap satu jurusan.
4.      Lebih banyak tidur daripada bangun, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering terjadi  apnea, refleks menghisap, menelan, dan batuk belum sempurna.
Manifestasi klinis yang lain yaitu :
1.      Berat badan kurang dari 2.500 gram
2.      Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, ubun-ubun dan sutura lebar
3.      Genetalia imatur, rambut tipis halus teranyam, elastisitas daun telinga kurang
4.      Tangis lemah, tonus otot leher lemah.
5.      Reflek moro (+), reflek menghisap, menelan, batuk, belum sempurna.
6.      Bila lapar menangis, gelisah, aktifitas bertambah
7.      Tidak tampak bayi menderita infeksi/perdarahan intrakranial
8.      Nafas belum teratur
9.      Pembuluh darah kulit diperut terlihat banyak
10.  Jaringan mamae belum sempurna, putting susu belum terbentuk dengan baik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam BBLR adalah:
1.      Suhu Tubuh
-Pusat pengatur napas badan masih belum sempurna
-Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapannya bertambah
-Otot bayi masih lemah
-Lemak kulit dan lemak coklat kurang, sehingga cepat kehilangan panas badan
-Kemampuan metabolisme panas masih rendah, sehingga bayi dengan berat badan lahir rendah perlu diperhatikan agar tidak terlalu banyak kehilangan panas badan dan dapat dipertahankan.

2.      Pernapasan
-Fungsi pengaturan pernapasan belum sempurna
-Surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga perkembangannya tidak sempurna
-Otot pernapasan dan tulang iga lemah
-Dapat disertai penyakit : penyakit hialin membrane, mudah infeksi paru-paru dan gagal pernapasan.
3.      Alat pencernaan makanan
-Belum berfungsi sempurna sehingga penyerapan makanan dengan lemah / kurang baik
-Aktifitas otot pencernaan makanan masih belum sempurna , sehingga pengosongan lambung berkurang
-Mudah terjadi regurgitasi isi lambung dan dapat menimbulkan aspirasi pneumonia
4.      Hepar yang belum matang (immatur)
Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin, sehingga mudah terjadi hyperbilirubinemia (kuning) samai ikterus
5.      Ginjal masih belum matang
Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna sehingga mudah terjadi oedema
6.      Perdarahan dalam otak
-Pembuluh darah bayi BBLR masih rapuh dan mudah pecah
-Sering mengalami gangguan pernapasan, sehingga memudahkan terjadinya perdarahan dalam otak
-Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan menyebabkan kematian bayi
-Pemberian O2 belum mampu diatur sehingga mempermudah terjadi perdarahan dan nekrosis.

F.     Perawatan BBLR
Dengan memperhatika gambaran klinis diatas dan berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada bayio BBLR, maka perawatan dan pengawasan bayi BBLR ditujukan pada pengaturan panas badan, menghindari infeksi, pemberian makanan bayi dan pernapasan.
1.      Pengaturan Suhu Tubuh BBLR
Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita Hypotermia bila berada di lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang realtif lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnyua jaringan lemak dibawah kulit, dan kekurangan lemak coklat (Brown Fat). Untuk mencegah hypotermi, perlu diusahakan lingkungan yang cukup hangat untuk bayi dan dalam keadaan istrahat konsumsi oksigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap normal. Bila bayi dirawat dalam inkubator, maka suhunya untuk nayi dengan berat badan kurang dari 2000 gram adalah 35 0C dan untuk bayi dengan BB 2000 gram sampai 2500 gram 34 0C, agar ia dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37 0C. Kelembaban inkubator berkisar antara 50 – 60 persen. Kelembaban yang lebih tinggi diperlukan pada bayi dengan syndroma gangguan pernapasan. Suhu inkubator dapat diturunkan 1 0C per minggu untuk bayi dengan berat badan 2000 gram dan secara berangsur – angsur ia dapat diletakkan didalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27 0C-29 0C. Bila inkubator tidak ada, pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan botol-botol hangat disekitarnya atau dengan memasang lampu petromaks di dekat tempat tidur bayi atau dengan menggunakan metode kanguru.
Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekitar 36 0C - 37 0C adalah dengan memakai alat perspexheat shield yang diselimuti pada bayi didalam inkubator. Alat ini berguna untuk mengurangi kehilangan panas karena radiasi. Akhir-akhir ini telah dimulai digunakan inkubator yang dilengkapi dengan alat temperatur sensor (Thermistor probe). Alat ini ditempelkan dikulit bayi. Suhu inkubator dikontrol oleh alat servomechanism. Dengan cara ini suhu kulit bayi dapat dipertahankan pada derajat yang telah ditetapkan sebelumnya. Alat ini sangat bermanfaat untuk bayi dengan berat lahir yang sangat rendah.
Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok. Hal ini penting untuk memudahkan pengawasan mengenai keadan umum, perubahan tingkah laku, warna kulit, pernapasan, kejang dan sebagainya sehingga penyakit yang diderita dapat dikenal sedini mungkin dan tindakan serta pengobatan dapat dilaksanakan secepat-cepatnya.
2.      Pernapasan
Jalan napas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing, trachea, bronchiolus, bronchiolus respiratorius, dan duktus alveoleris ke alveoli. Terhambatnya jalan napas akan menimbulkan asfiksia, hipoksia dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir dengan asfiksia perinatal. Bayi BBLR berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi surfakatan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan napas segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang pernapasan dengan menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan ini gagal, dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi. Dengan tindakan ini dapat dicegah sekaligus mengatasi asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi BBLR.
3.      Pencegahan Infeksi
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam tubuh, khususnya mikroba. Bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Infeksi terutama disebabkan oleh infeksi nosokomial. Kerentanan terhadapa infeksi disebabkan oleh kadar imunoglobulinserum pada bayi BBLR masih rendah, aktifitas bakterisidal neotrofil, efek sitotoksik limfosit juga masih rendah dan fungsi imun belum berpengalaman.
Infeksi local bayi cepat menjalar menjadi infeksi umum. Tetapi diagnosis dini dapat ditegakkan jika cukup waspada terhadap perubahan (kelainan) tingkah laku bayisering merupakan tanda infeksi umum. Perubahan tersebut antara laian : malas menetek, gelisah, letargi, suhu tyubuh meningkat, frekwensi pernapasan meningkat, muntah, diare, berat badan mendadak turun.

Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap bayi BBLR dari infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptic dan antiseptic alat-alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio perawat pasien ideal, mengatur kunjungan, menghindari perawatan yang yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian antibiotic yang tepat.
4.      Pengaturan Intake
Pengaturan intake adalah menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR.
ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan pertama jika bayi mampu mengisap. ASI juga dapat dikeluaekan dan diberikan pada bayi yang tidak cukup mengisap. Jika ASI tidak ada atau tidak mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan susu Formula yang komposisinya mirip ASI atau susu formula khusu bayi BBLR.
Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam usus. Pada bayi dalam incubator dengan kontak yang minimal, tempat tidur atau kasur incubator harus diangkat dan bayi dibalik pada sisi kanannya. Sedangkan pada bayi lebih besar dapat diberi makan dalam posisi dipangku. Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat dan mengisap dan sianosis ketika minum melalui botol atau menetek pada ibunya, makanan diberikam melalui NGT
Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan bayi BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan Berat Badan lebih rendah.
5.      Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien sampai 4-5 hari berlalu . Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias dan infeksi karena hperbilirubinemia dapat menyebabkan kernikterus maka wama bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa, bila ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat.
6.      Perawatan kulit
Kulit bayi prematur sangat imatur dibandingkan bayi yang cukup bulan. Karena sangat sensitif dan rapuh, maka sabun yang berbasis alkalis yang dapat merusakmantel asam tidak boleh digunakan. Semua produk kulit (misal: alkohol, povidone iodine) harus dipergunakan secara hati-hati: kulit harus segaera dibilas dengan air sesudahnya karena zat-zat tersebut dapat mengakibatkan iritasi berat dan luka bakar kimia pada bayi.
Kulit sangat mudah mengalami eksoriasi dan terkelupas; harus diperhatikan jangan sampai merusak struktur yang halus tersebut. Oleh karena itu, ikatannya jauh lebih longgar diantara lapisan kulit tipis tersebut. Penggunaan perekat setelah penusukan tumit atau untuk melekatkan alat pemantau atau infus IV dapat eksoriasi kulit atau menempel erat pada permukaan kulit sehingga epidermis dapat terkelupas dari dermis dan tertarik bersama plester sama sekali tidak aman menggunakan gunting untuk mengelupas balutan atau plester dari ekstremitas bayi imatur yang sangat kecil, karena bis memotong ekstremitas yang kecil tersebut atau melepas klit yang terikat longgar. Pelarut yang digunakan untuk mengelupas plester juga harus dihindari karena cenderung mengeringkan dan membakar kulit lembut. 

G.    Komplikasi
Ada beberapa hal yang dapat terjadi apabila BBLR tidak ditangani secepatnya menurut Mitayani, 2009 yaitu :
1.      Sindrom aspirasi mekonium (menyebabkan kesulitan bernapas pada bayi)
2.      Hipoglikemia simptomatik, terutama pada laki-laki
3.      Penyakit membran hialin: disebabkan karena surfaktan paru belum sempurna/ cukup, sehingga olveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan inspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam alveoli, sehingga selalu dibutuhkan tenaga negatif yang tinggi untuk yang berikutnya
4.      Asfiksia neonetorum
5.      Hiperbilirubinemia
Bayi dismatur sering mendapatkan hiperbilirubinemia, hal ini mungkin disebabkan karena gangguan pertumbuhan hati.

H.    Prognosa
Tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, seperti; masa gestasi (semakin muda dan semakin rendah berat badan bayi makin tinggi angka kematiannya), komplikasi yang menyertai (asfiksia/iskemia, sindrom gangguan pernafasan, perdarahan intra ventrikuler, infeksi, gangguan metabolik, dll).
Prognosis bayi berat lahir rendah ini tergantung dari berat ringannya masalah perinatal misalnya masa gestasi ( makin muda masa gestasi / makin rendah berat bayi, makin tinggi angka kematian), asfiksia/iskemia otak , sindroma gangguan pernapasan , perdarahan intrafentrikuler , displasia bronkopulmonal, retrolental fibroplasia, infeksi, gangguan metabolik (asidosis, hipoglikemi, hiperbilirubinemia). Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan persalinan dan post natal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, nutrisi, mencegah infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia hiperbilirubinemia, hipoglikemia dan lain – lain).
Pengamatan Lebih Lanjut
Bila bayi berat lahir rendah dapat mengatasi problematik yang dideritanya perlu diamati selanjutnya oleh karena kemungkinan bayi ini akan mengalami gangguan pendengaran, penglihatan, kognitif, fungsi motor susunan saraf pusat dan penyakit penyakit seperti Hidrosefalus, Cerebral palsy dan sebagainya.




















BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BBLR
A.        Pengkajian
I.                   Biodata
A.    Identitas Klien
1.      Nama/Nama panggilan      : ……………………………………
2.      Tempat tgl lahir/usia          : ……………………………………
3.      Jenis kelamin                     : ……………………………………
4.      A g a m a                           : ……………………………………
5.      Pendidikan                                    : ……………………………………
6.      Alamat                              : ……………………………………
7.      Tgl masuk                          : ................................. (jam ............)
8.      Tgl pengkajian                   : ……………………………………
9.      Diagnosa medik                : ……………………………………
10.  Rencana terapi                  : ……………………………………
B.     Identitas Orang tua
1.      Ayah
a.       N a m a                  : ……………………………………
b.      U s i a                    : ……………………………………
c.       Pendidikan                        : ……………………………………
d.      Pekerjaan/sumber penghasilan : ………………………
e.       A g a m a               : ……………………………………
f.       Alamat                  : ……………………………………
2.      Ibu
a.       N a m a                  : ……………………………………
b.      U s i a                    : ……………………………………
c.       Pendidikan                        : ……………………………………
d.      Pekerjaan/Sumber penghasilan: ………………………
e.       Agama                   : ……………………………………
f.       Alamat                  : ……………………………………


2.      Riwayat kesehatan masa sekarang
Bayi dengan berat badan < 2.500 gram
3.      Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pernah mengalami sakit keturunan seperti kelainan kardiovaskular
a.       Apakah ibu pernah mengalami sakit kronis

b.      Apakah ibu pernah mengalami gangguan pada kehamilan sebelumnya

c.       Apakah ibu seorang perokok

d.      Jarak kehamilan atau kelahiran terlalu dekat
4.      Apgar skore
System penilaian ini untuk mengevaluasi status kardiopulmonal dan persarafan bayi. Penilaian dilakukan 1 menit setelah lahir dengan penilaian 7-10 (baik), 4-6 (asfiksia ringan hingga sedang), dan 0-3 (asfiksia berat) dan diulang setiap 5 meint hingga bayi dalam keadaan stabil.
Tanda
0
1
2
Frekwensi jantung
Tidak ada
< 100
> 100
Usaha bernapas
Tidak ada
Lambat
Menangis kuat
Tonus otot
Lumpuh
Ekstremitas fleksi sedikit
Gerakan katif
Refleks
Tidak bereaksi
Gerakan sedikit
Reaksi melawan
Warna kulit
Seluruh tubuh biru atau pucat
Tubuh kemeraha, ekstremitas biru
Seluruh tubuh kemerahan

5.      Pemeriksaan cairan amnion
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ada tidaknya kelainan pada cairan amnion tentang jumlah volumenya, apabila volumenya > 2000 ml bayi mengalami polihidramnion atau disebut hidramnion sedangkan apabila jumlahnya < 500 ml maka bayi mengalami oligohidramnion
6.      Pemeriksaan plasenta
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan keadaan plasenta seperti adanya pengapuran, nekrosis, beratnya dan jumlah korion. Pemeriksaan ini penting dalam menentukan kembar identik atau tidak.
7.      Pemeriksaan tali pusat
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ada tidaknya kelainan dalam tali pusat seperti adanya vena dan arteri, adanya tali simpul atau tidak.


8.      Pengkajian fisik
a.       Aktifitas/istirahat
Status sadar, bayi tampak semi koma saat tidur malam, meringis atau tersenyum adalah bukti tidur dengan gerakan mata cepat (REM), tidur sehari rata-rata 20 jam.
b.      Sirkulasi
Nadi apikal mungkin cepat dan tidak teratur dalam batas normal (120 – 160 detik per menit). Murmur jantung yang dapat didengar dapat menandakan duktus arterious (PDA)
c.       Pernapasan
Mungkin dangkal, tidak teratur, dan pernapasan diafragmatik intermiten atau periodik (40 – 60 kali/menit), Pernapsan cuping hidung, retraksi suprasternal atau substernal, juga derajat sianosis yang mungkin ada. Adanya bunyi ampela pada auskultasi, menandakan sindrom distres pernapasan (RDS)
d.      Neurosensori
Sutura tengkorak dan fontanel tampak melebar, penonjolan karena ketidakadekuatan pertumbuhan mungkin terlihat Kepala kecil dengan dahi menonjol, batang hidung cekung, hidung pendek mencuat, bibir atas tipis, dan dagu maju, tonus otot dapat tampak kencang dengan fleksi ekstremitas bawah dan atas serta keterbatasan gerak, Pelebaran tampilan mata.
e.       Makanan/cairan
Disproporsi berat badan dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala
Kulit kering pecah-pecah dan terkelupas dan tidak adanya jaringan subkutan
Penurunan massa otot, khususnya pada pipi, bokong, dan paha
Ketidakstabilan metabolik dan hipoglikemia / hipokalsemia

f.       Genitounaria
Jelaskan setiap abnormalitas genitalia. Jelaskan jumlah (dibandingkan engnaberta badan), warna, pH, temuan lab-stick, dan berat jenis kemih (untuk menyaring kecukupan hidrasi) Periksa berat badan (pengukuran yang paling akurat dalam mengkaji hidrasi).

g.      Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah
Tidak terdapat garis alur pada telapak tangan
Warna mekonium mungkin jelas pada jari tangan dan dasar pada tali pusat dengan warna kehijauan
Menangis mungkin lemah
h.      Seksualitas
Labia monira wanita mungkin lebih besar dari labia mayora dengan klitoris menonjol
Testis pria mungkin tidak turun, ruge mungkin banyak atau tidak pada skrotum.

i.        Suhu tubuh
Tentukan suhu kulit dan aksila.
Tentukan dengan suhu lingkungan.

j.        Pengkajian kulit
Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah, tanda irirtasi, lepuh, abrasi, atau daerah terkelupas, terutama dimana peralatan pemantau, infuse atau alat lain bersentuhan dengan kulit; periks, dan tempat juga dan catat setiap preparat kulit yang dipakai (misal: plester povidone – iodine).
Tentukan tekstur dan turgor kulit: kering, lembut, bersisik, terkelupas, dll.
Terngkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir
Tentukan apakah kateter infuse IV atau jarum terpasang dengan benar, dan periksa adanya tanda infiltrasi.
 jelaskan pipa infus parenteral: lokasi, tipe (arterial, vena, perifer, umbilicus, sentral, vena perifer sentral); tipe infuse (obat, salin, dekstrosa, elektrolit, lipid, nutrisi parenteral total); tipe pompa infuse dan kecepatan aliran; tipe kateter atau jarum; dan tempat insersinya.

9.      Pengkajian psikologis
Orang tua klien tampak cemas dan khawatir melihat kondisi bayinya, dan orang tua klien berharap bayinya cepat sembuh.

10.  Pemeriksaan refleks
a.       Refleks berkedip: dijumpai namun belum sempurna
b.      Tanda babinski: jari kaki mengembang dan ibu jari kaki sedikit dorsofleksi
c.       Merangkak: bayi membuat gerakan merangkak dengan lengan dan kaki, namun belum sempurna
d.      Melangkah: kaki sedikt bergerak keatas dan kebawah saat disentuhkan ke permukaan
e.       Ekstrusi: lidah ekstensi kearah luar saat disentuh dengan spatel lidah
f.       Gallant’s: punggung sedikti bergerak kearah samping saat diberikan goresan pada punggungnya
g.      Morro’s: dijumpai namun belum sempurna
h.      Neck righting : belum ditemukan
i.        Menggengngam: bayi menunjukkan refleks menggenggam namun belum sempurna
j.        Rooting: byi memperlihatkan gerakan memutar kearah pipi yang diberikan sedikit goresan
k.      Kaget (stratle)            : bayi memberikan respon ekstensi dan fleksi lengan yang belum sempurna
l.        Menghisap: bayi memperlihatkan respon menghisap yang belum sempurna
m.    Tonick neck: belum dilakukan karena refleks ini hanya terdapat pada bayi yang berusia > 2 bulan


11.  Pemeriksaan diagnostik
a.       Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb/Ht mungkin dihubungkan dengan anemia atau kehilangan darah
b.      Dektrosik: menyatakan hipoglikemia
c.       AGD: menentukan derajat keparahan distres bila ada
d.      Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia
e.       Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia
f.       Urinalis : mengkaji homeostasis
g.      Jumlah trombosit: trombositopenia mungkin meyertai sepsis
h.      EKG, EEG, USG, angiografik: defek kongenital atau komplikasi
B.     Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada bayi dengan BBLR yaitu:
1.      Pola nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan imaturitas pusat pernapasan, keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau kelemahan, dan ketidakseimbangan metabolik
2.      Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP imatur (pusat regulasi residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak sebkutan, ketidakmampuan merasakan dingin dan berkeringat, cadangan metabolik buruk)
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan penurunan simpanan nutrisi, imaturitas produksi enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah.
4.      Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan imunologis yang tidak efektif
5.      Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan berat ekstrem, kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan lemak, ginjal imatur/ kegagalan mengonsentrasikan urine.
6.      Resiko cedera akibat bervariasinya aliran darah otak, hipertensi atau hipotensi sistemik, dan berkurangnya nutrient seluler (glukosa dan oksigen) yang berhubungan dengan system sraf sentral dan respons stress fisiologis imatur.
7.      Nyeri yang berhubungan dengan prosedur, diagnosis dan tindakan.
8.      Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan kelahiran premature, lingkungan NICU tidak alamiah, perpisahan dengan orang tua.
9.      Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas, kelembaban kulit.
10.  Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit bayinya ditandai dengan orang tua klien tampak cemas dan khawatir malihat kondisi bayinya, dan berharap agar bayinya cepat sembuh.
C.    Intervensi
1.      Pola nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan imaturitas pusat pernapasan, keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau kelemahan, dan ketidakseimbangan metabolik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan, pola napas kembali efektif
Kriteria hasil:
Ø  Neonatus akan mempertahankan pola pernapasan periodik
Ø  Membran mukosa merah muda
Intervensi
Rasional
Mandiri:
Ø  Kaji frekwensi dan pola pernapasan, perhatikan adanya apnea dan perubahan frekwensi jantung
Ø  Isap jalan napas sesuai kebutuhan
Ø  Posisikanm bayi pada abdomen atau posisi telentang dengan gulungan popok dibawah bahu untuk menghasilkan hiperekstensi
Ø  Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yang akan memperberat depresi pernapasan pada bayi  
Kolaborasi :
Ø  Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
Ø  Berikan oksigen sesuai indikasi
Ø  Berikan obat-obatan yang sesuai indikasi
Ø  Membantu dalam membedakan periode perputaran pernapasan normal dari serangan apnetik sejati, terutama sering terjadi pad gestasi minggu ke-30
Ø  Menghilangkan mukus yang neyumbat jalan napas
Ø  Posisi ini memudahkan pernapasan dan menurunkan episode apnea, khususnya bila ditemukan adanya hipoksia, asidosis metabolik atau hiperkapnea
Ø  Magnesium sulfat dan narkotik menekan pusat pernapasan dan aktifitas SSP
Ø  Hipoksia, asidosis netabolik, hiperkapnea, hipoglikemia, hipokalsemia dan sepsis memperberat serangan apnetik
Ø  Perbaikan kadar oksigen dan karbondioksida dapat meningkatkan funsi pernapasan

2.      Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP imatur (pusat regulasi residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak sebkutan, ketidakmampuan merasakan dingin dan berkeringat, cadangan metabolik buruk).

Tujuan : termoregulasi menjadi efektif sesuai dengan perkembangan
Kriteria hasil :
Ø  Mempertahankan suhu kulit atau aksila (35 – 37,50C)
Intervensi
Rasional
Mandiri :
Ø Kaji suhu dengan memeriksa suhu rektal pada awalnya, selanjutnya periksa suhu aksila atau gunakan alat termostat dengan dasar terbuka dan penyebar hangat.
Ø tempatkan bayi pada inkubator atau dalam keadaan hangat
Ø pantau sistem pengatur suhu , penyebar hangat (pertahankan batas atas pada 98,6°F, bergantung pada ukuran dan usia bayi)
Ø kaji haluaran dan berat jenis urine
Ø pantau penambahan berat badan berturut-turut. Bila penambahan berat badan tidak adekuat, tingkatkan suhu lingkungan sesuai indikasi. 
Ø Perhatikan perkembangan takikardia, warna kemerahan, diaforesis, letargi, apnea atau aktifitas kejang.










Kolaborasi :
Ø pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (GDA, glukosa serum, elektrolit dan kadar bilirubin)
Ø berikan obat-obat sesuai dengan indikasi
·         fenobarbital
Ø  Hipotermia membuat bayi cenderung merasa stres karena dingin, penggunaan simpanan lemak tidak dapat diperbaruai bila ada dan penurunan sensivitas  untuk meningkatkan kadar CO2 atau penurunan kadar O2.
Ø  Mempertahankan lingkungan termonetral, membantu mencegah stres karena dingin
Ø   Hipertermi dengan peningkatan laju metabolisme kebutuhan oksigen dan glukosa serta kehilangan air dapat terjadi bila suhu lingkungan terlalu tinggi.
Ø  Penurunan keluaran dan peningkatan berat jenis urine dihubungkan dengan penurunan perfusi ginjal selama periode stres karena rasa dingin
Ø  Ketidakadekuatan  penambahan berat badan meskipun masukan kalori adekuat dapat menandakan bahwa kalori digunakan untuk mempertahankan suhu lingkungan tubuh, sehingga memerlukan peningkatan suhu lingkungan.
Ø  Tanda-tanda hip[ertermi ini dapat berlanjut pada kerusakan otak bila tidak teratasi.
Ø  Stres dingin meningkatkan kebutuhan terhadap glukosa dan oksigen serta dapat mengakibatkan masalah asam basa bila bayi mengalami metabolisme anaerobik bila kadar oksigen yang cukup tidak tersedia. Peningkjatan kadar bilirubin indirek dapat terjadi karena pelepasan asam lemak dari meta bolisme lemak coklat dengan asam lemak bersaing dengan bilirubin pada pada bagian ikatan di albumin.
Ø  Membantu mencegah kejang berkenaan dengan perubahan fungsi SSP yang disebabkan hipertermi
Ø  Memperbaiki asidosis yang dapat terjadi pada hiportemia dan hipertermia

3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan penurunan simpanan nutrisi, imaturitas produksi enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah.
Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan
Kriteria hasil :
Ø  Bayi mendapat kalori dan nutrien esensial yang adekuat
Ø  Mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan berat badan  dalam kurva normal dengan penambahan berat badan tetap, sedikitnya 20-30 gram/hari.
Intervensi
Rasional
Mandiri :
Ø Kaji maturitas refleks berkenaan dengan pemberian makan (misalnya : mengisap, menelan, dan batuk)
Ø Auskultasi adanya bising usus, kaji status fisik dan statuys pernapasan
Ø Kaji berat badan dengan menimbang berat badan setiap hari, kemudian dokumentasikan pada grafik pertumbuhan bayi
Ø Pantau masuka dan dan pengeluaran. Hitung konsumsi kalori dan elektrolit setiap hari
Ø Kaji tingkat hidrasi, perhatikan fontanel, turgor kulit, berat jenis urine, kondisi membran mukosa, fruktuasi berat badan.
Ø Kaji tanda-tanda hipoglikemia; takipnea dan pernapasan tidak teratur, apnea, letargi, fruktuasi suhu, dan diaphoresis. Pemberian makan buruk, gugup, menangis, nada tinggi, gemetar, mata terbalik, dan aktifitas kejang.

Kolaborasi :
Ø Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
·         Glukas serum
·         Nitrogen urea darah, kreatin, osmolalitas serum/urine, elektrolit urine
Ø Berikan suplemen elektrolit sesuai indikasi misalnya kalsium glukonat 10%
Ø  Menentukan metode pemberian makan yang tepat untuk bayi
Ø  Pemberian makan pertama bayi stabil memiliki peristaltik dapat dimulai 6-12 jam setelah kelahiran. Bila distres pernapasan ada  cairan parenteral di indikasikan dan cairan peroral harus ditunda
Ø  Mengidentifikasikan adanya resiko derajat dan resiko terhadap pola pertumbuhan. Bayi SGA dengan kelebihan cairan ekstrasel kemungkinan kehilangan 15% BB lahir. Bayi SGA mungkin telah mengalami penurunan berat badan dealam uterus atau mengalami penurunan simpanan lemak/glikogen.
Ø  Memberikan informasi tentang masukan aktual dalam hubungannya dengan perkiraan kebutuhan untuk digunakan dalam penyesuaian diet.
Ø  Peningkatan kebutuhan metabolik dari bayi SGA dapat meningkatkan kebutuhan cairan. Keadaan bayi hiperglikemia dapat mengakibatkan diuresi pada bayi. Pemberian cairan intravena mungkin diperlukan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan, tetapi harus dengan hati-hati ditangani untuk menghindari kelebihan cairan
Ø  Karena glukosa adalah sumber utama dari bahan bakar untuk otak, kekurangan dapat menyebabkan kerusakan SSP permanen.hipoglikemia secara bermakna meningkatkan mobilitas mortalitas serta efek berat yang lama bergantung pada durasi masing-masing episode.
Kolaborasi :
Ø Hipoglikemia dapat terjadi pada awal 3 jam lahir bayi SGA saat cadangan glikogen dengan cepat berkurang dan glukoneogenesis tidak adekuat karena penurunan simpanan protein obat dan lemak.
Ø Mendeteksi perubahan fungsi ginjal berhubungan dengan penurunan simpanan nutrien dan kadar cairan akibat  malnutrisi.
Ø Ketidakstabilan metabolik pada bayi SGA/LGA dapat memerlukan suplemen untuk mempertashankan homeostasis.

4.      Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan imunologis yang tidak efektif
Tujuan : pasien tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi
Kriteri hasil :
Ø  Suhu 350C
Ø  Tidak ada tanda-tanda infeksi
Ø  Leukosit 5.000 – 10.000
Intervensi
Rasional
Mandiri :
Ø  Kaji adanya tanda – tanda infeksi
Ø  Lakukan isolasi bayi lain yang menderita infeksi sesuai kebijakan insitusi
Ø  Sebelum dan setelah menangani bayi, lakukan pencucian tangan
Ø  Yakinkan semua peralatan yang kontak dengan bayi bersih dan steril
Ø  Cegah personal yang mengalami infeksi menular untuk tidak kontak langsung dengan bayi.
Ø  Untuk mengetahui lebih dini adanya tanda-tanda terjadinya infeksi
Ø  Tindakan yang dilakukan untuk meminimalkan terjadinya infeksi  yang lebih luas
Ø  Untuk mencegah terjadinya infeksi
Ø  Untuk mencegah terjadinya infeksi
Ø  Untuk mencegah terjadinya infeksi yang berlanjut pada bayi

5.      Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan berat ekstrem, kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan lemak, ginjal imatur/ kegagalan mengonsentrasikan urine.
Tujuan : cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
Ø  bebas dari tanda dehidrasi.
Ø  Menunjukkan penambahan berat badan 20-30 gram/hari.
Intervensi
Rasional
Mandiri :
Ø Bandingkan masukan dan pengeluaran urine setiap shift dan keseimbangan kumulatif setiap periodik 24 jam
Ø Pantau berat jenis urine setiap selesai berkemih atau setiap 2-4 jam dengan menginspirasi urine dari popok bayi bila bayi tidak tahan dengan kantong penampung urine.
Ø Evaluasi turgor kulit, membran mukosa, dan keadaan fontanel anterior.
Ø Pantau tekanan darah, nadi, dan tekanan arterial rata-rata (TAR)
Kolaborasi :
Ø  Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai dengan indikasi Ht
Ø  Berikan infus parenteral dalam jumlah lebih besar dari 180 ml/kg, khususnya pada PDA, displasia bronkopulmonal (BPD), atau entero coltis nekrotisan (NEC)
Ø  Berikan tranfusi darah.
Ø Pengeluaran harus 1-3 ml/kg/jam, sementara kebutuhan terapi cairan kira-kira 80-100 ml/kg/hari pada hari pertama, meningkat sampai 120-140 ml/kg/hari pada hari ketiga postpartum. Pengambilan darah untuk tes menyebabkan penurunan kadar Hb/Ht.
Ø Meskipun imaturitas ginjal dan ketidaknyamanan untuk mengonsentrasikan urine biasanya mengakibatkan berat jenis yang rendah pada bayi preterm ( rentang normal1,006-1,013). Kadar yang rendah menandakan volume cairan berlebihan dan kadar lebih besar dari 1,013 menandakan ketidakmampuan masukan cairan dan dehidrasi.
Ø Kehialangan atau perpindahan cairan yang minimal dapat dengan cepat menimbulkan dehidrasi, terlihat oleh turgor kulit yang buruk, membran mukosa kering, dan fontanel cekung.
Ø Kehilangan 25% volume darah mengakibatakan syok dengan TAR < 25 mmHg menandakan hipotensi.
Ø Dehidrasi meningkatkan kadar Ht diatas normal 45-53% kalium serum
Ø Hipoglikemia dapat terjadi karena kehilangan melalui selang nasogastrik diare atau muntah.
Ø Penggantian cairan darah menambah volume darah, membantu mengenbalikan vasokonstriksi akibat dengan hipoksia, asidosis, dan pirau kanan ke kiri melalui PDA dan telah membantu dalam penurunan komplikasi enterokolitis nekrotisan dan displasia bronkopulmonal.
Ø Mungkin perlu untuk mempertahankan kadar Ht/Hb optimal dan menggantikan kehilangan darah.

6.      Resiko cedera akibat bervariasinya aliran darah otak, hipertensi atau hipotensi sistemik, dan berkurangnya nutrient seluler (glukosa dan oksigen) yang berhubungan dengan system sraf sentral dan respons stress fisiologis imatur.
Tujuan : pasien mendapatkan asuhan untuk mencegah cedera dan memeprtahankan aliran darah sistemik dan otak memadai, glukosa dan oksigen otak adekuat; tidak memperlihatkan adanya perdarahan intaventrikular.
Kriteria hasil:
Ø  Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan tekanan intrakranial atau perdarahan intraventrikel.
Intervensi
Rasional
Ø  Kurangi rangsangan lingkungan
Ø  Organisasikan asuhan selama jamsibuk normal sebanyak mungkin
Ø  Tutup dan buka kelambu dan lampu tidur
Ø  Tutup inkubator dengan kain dan pasang tanda “jangan diganggu”
Ø  Kaji dan tangani nyeri menggunakan metode farmakologis dan non-farmakologis
Ø  Kenali tanda stres fisik dan stimulasi berlebih
Ø  Hindari obat dan larutan hipertonis
Ø  Pertahankan oksigenasi yang adekuat
Ø  Hindari memutar kepala ke samping tiba-tiba
Ø  Respons stres, terutama peningkatan tekanan darah, dapat miningkatkan resiko peningkatan TIK
Ø  Untuk meminimalkan gangguan tidur dan kebisingan intermiten yang sering
Ø  Untuk memungkinkan jadwal siang dan malam
Ø  Untuk mengurangi cahaya dan tidak membangunkan periode istirahat bayi
Ø  Nyeri meningkatkan tekanan darah
Ø  Untuk segera memberi intervensi yang memadai
Ø  Akan meningkatkan tekanan darah otak
Ø  Hipoksia akan meningkatkan aliran darah otak tekanan intrakranial
Ø  Akan mengurangi aliran arteri karotis dan oksigenasi ke otak

7.      Nyeri yang berhubungan dengan prosedur, diagnosis dan tindakan.
Tujuan: pasien tidak memperlihatkan adanya nyeri yang dirasakan
Kriteria hasil :
Ø  Pasien tidak merintih/menagngis kesakitan
Ø  Pasien tidak memperlihatkan tanda nyeri atau tanda nyeri yang minimal

Intervensi
Rasional
Ø  Kaji keefektifan upaya kontrol nyeri non farmakologis
Ø  Dorong orang tua untuk memberikan upaya kenyamanan bila mungkin
Ø  Tunjukkan sikap sensitif dan kasih sayang pada bayi
Ø  Beberapa upaya (misalnya menggosok) dapat meningkatkan distres bayi prematur
Ø  Sebagai orang tua bayi, kenyamanan lebih efektif diberikan langsung oleh orang tua kepada bayinya
Ø  Seorang bayi sangat membutuhkan kasih sayang, khususnya dari orang tua

8.      Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan kelahiran premature, lingkungan NICU tidak alamiah, perpisahan dengan orang tua.
Intervensi
Rasional
Ø  Berikan nutrisi yang maksimal
Ø  Berikan periode istrahat yang teratur tanpa gangguan
Ø  Kenali tanda stimulus yang berlebihan (terkejut, menguap, aversi aktif, menangis)
Ø  Tingkatkan interaksi orang tua-bayi
Ø  Untuk menjamin penambahan berat badan dan pertunbuhan otak yang tetap
Ø  Untuk mengurangi panggunaan O2 dan kalori yang tidak perlu
Ø  Untuk membiarkan istirahat bayi denagn tenang
Ø  Sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal

9.      Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas, kelembaban kulit.
Tujuan: bayi mempertahanmkan integritas kulit
Kriteria hasil:
Ø  Kulit tetap bersih dan utuh
Ø  Tidan terlihat adanya tanda-tanda terjedinya iritasi
Intervensi
Rasional
Ø  Observasi tekstur dan warna kulit.
Ø  Jaga kebersihan kulit bayi.
Ø  Ganti pakaian setiap basah.
Ø  Jaga kebersihan tempat tidur.
Ø  Lakukan mobilisasi tiap 2 jam.
Ø  Untuk mengetahui adanya kelainan pada kulit secara dini
Ø  Meminimalkan kontak kulit bayi dengan zat-zat yang dapat merusak kulit pada bayi
Ø  Untuk meminimalisir terjadinya iritasi pada kulit bayi
Ø  Untuk mencegah kerusakan kulit pada bayi

10.  Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit bayinya ditandai dengan orang tua klien tampak cemas dan khawatir malihat kondisi bayinya, dan berharap agar bayinya cepat sembuh.
Tujuan: keluarga mendapat informasi tentang kemajuan kondisi bayinya
Kriteria hasil:
Ø  Orang tua/ keluarga mengekpresikan perasaan dan keprihatinan mengenai bayi dan prognosis serta memperlihatkan pemahaman dan kjeterlibatan dalan asuhan
Intervensi
Rasional
Ø  Kaji tingkat pemahaman klien berikan instruksi /informasi pada klien maupun keluarga tentang penyakitnya, baik tertulis atau lisan.
Ø  Jelaskan proses penyakit individu. Dorong orang terdekat menanyakan pertanyaan
Ø  Jelaskan tentang dosis obat, frekwensi, tujuan pengobatan dan alasan tentang pemberian obat kepeda keluarga
Ø  Kaji potensial efek samping pengobatan
Ø  Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan diingatkan pada tahapan individu
Ø  Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
Ø  Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obatsesuai perbaikan kondisi pasien.
Ø  Mencegah/menurunkan ketidaknyaman sehubungan dengan terapi dan meningkatkan kerjasam dalam program

D.    Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai denga yang telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarakan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.

E.     Evaluasi
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai.









PERAWATAN BAYI DALAM INKUBATOR
A.    Definisi

     Incubator bayi adalah alat yang digunakan untuk merawat bayi premature atau bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dengan cara memberikan suhu dan kelembaban yang stabil dan kebutuhan oksigen yang sesuai dengan kondisi dalam kandungan ibu.
Incubator bayi merupakan salah satu alat medias yang berfungsi untuk menjaga suhu sebuah ruangan supaya suhu tetap konstan dan stabil. Pada modifikasi manual-otomatis incubator bayi, terdapat sebuah boks control yang dibagi menjadi 2 bagian (bagian atas dan bagian bawah).
Boks bagian atas digunakan untuk meletakkan sensor, display sensor, kontroler dan rang kaian elektronik. Sedangkan pada boks bagian bawah dibagi menjadi 3 ruangan yang dibatasi dengan sekat yang digunakan untuk meletakkan heater, tempat atau wadah air dan kipas. Sensor yang digunakan adalah sensor suhu (PT100) dan sensor kelembapan, dimana sensor suhu PT100 dan sensor kelembapan diletakkan di dalam boks tidur bayi (di luar boks kontrol).







Incubator tipe IF 4.1M

B.     Tujuan

1.   Memberikan perawatan khusus yang diperlukan untuk mempertahankan terbukanya jalan nafas dan menghindari kemungkinan aspirasi isi lambung.
2.   Sebagai tempat untuk mengatur suhu bayi yang mempunyai berat badan lahir rendah.
3.   Untuk menjaga stabilitas suhu tubuh bayi.


C.    Syarat-syarat bayi dirawat dalam inkubator

1.   Bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR). Bayi dengan berat badan kurang dari 1500gr dan kebanyakan adalah premature.
2.   Bayi yang mengalami ikterus, bayi yang menjadi kuning pada hari pertama kelahiran karena terjadinya penghancuran sel dan darah merah yang berlebihan yang biasanya terjadi akibat ketidakcocokan golongan darah.
3.      Suhu inkubator yang direkomendasikan menurut berat dan umur bayi

Berat bayi
Suhu inkubator (oC) menurut umur
35oC
34oC
33oC
32oC
<1500 g
1-10 hr
11 hr- 3mg
3-5 mg
>5 mg
1500-2000 g
1-10hr
11 hr- 4mg
>4 mg
2100-2500 g
1-2 hr
3hr-3 mg
>3 mg
>2500 g
1-2 hr
>2hr

Selain itu bayi-bayi yang dirawat di Inkubator diantaranya adalah :
1.   Infeksi Neonatal
2.   Kejang Neonatal
3.   Kesulitan bernafas yang disebabkan asfiksia lahir.

D.    Standar Prosedur Pengoperasian Inkubator menurut kebijakan DEPKES RI
Procedure

Ø  Pra-syarat
1.      SDM terlatih dan siap
2.      Catu daya sesuai dengan kebutuhan alat
3.      Kontak dilengkapi dengan hubungan pembumian
4.      Alat layak pakai
5.      Aksesoris alat lengkap dan baik
6.      Bahan operasional tersedia.
Ø  Persiapan
1.      Lepaskan penutup debu
2.      Tempatkan alat pada ruang perawatan
3.      Pasang aksesoris dengan baik dan benar
4.      Periksa pengatur posisi kasur, sungkup pengontrol, volume air, tabung oksigen termasuk flow meter dan kondisi filter, serta skin sensor temperature
5.      Periksa hubungan alat ke terminal pembumian.
Ø  Pemanasan
1.      Hubungkan alat dengan catu daya
2.      Hubungkan alat dengan menekan atau  memutar tombol ON/OFF ke posisi ON
3.      Atur dan cek temperataur selector, humidity, oksigen, fan dan alarm untuk mengetahui fungsi alat
4.      Lakukan pemanasan secukupnya.
Ø  Pelaksanaan
1.      Cuci tangan sebelum melakukan tindakan
2.      Perhatikan protap pelayanan
3.      Atur temperature selector sesuai kebutuhan
4.      Atur aliran oksigen sesuai kebutuhan
5.      Pasang skin system temperature, bila ada
6.      Lakukan pelayanan
7.      Selesai melakukan tindakan, cuci tangan dengan ari yang mengalir dan keringkan
Ø  Pengemasan atau Penyimpanan
1.      Tutup regulator oksigen pada tabung oksigen
2.      Kembalikan posisi regulator oksigen dan temperature ke posisi OFF/minimum
3.      Matikan  alat dengan menekan atau  memutar tombol ON/OFF ke posisi OFF
4.      Lepaskan  alat dengan catu daya
5.      Bersihkan alat
6.      Pasang penutup debu
7.      Simpan alat pada tempatnya
8.      Catat beban kerja alat/jumlah pasien per bulan

E. Dokumentasi
1. Catat waktu pelaksanaan pemasangan inkubator
2. Catat respon klien saat pemasangan











DAFTAR PUSTAKA

Betz, L C dan Sowden, L A. 2002. Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta : EGC.

Doenges, E. Marilynn. (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif, dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1. Jakarta : EGC.

Tambayong, (2000) . Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

WWW. Pediatric.com
Direktorat Bina Kesehatan Keluarga. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Jakarta: Depkes RI